Kamis, 15 Desember 2016

Menjadi Orang Biasa

Saya sering bertemu dengan banyak orang. Orang-orang yang tidak saya kenal, juga tidak mengenal saya. Di jalan, di pasar, di mall, di masjid, di tempat makan, di mana-mana.

Lalu ketika kembali ke lingkaran pertemanan saya. Di tengah euforia orang-orang sedang membangun karir, sedang demam start-up, sedang sibuk membangun eksistensi. Saya kemudian berpikir, apa salahnya menjadi orang biasa-biasa saja?
Ketika saya pulang ke desa, ke kampung halaman saya. Saya bertemu dengan masyarakatnya, orang-orang desa yang sejak saya kecil sampai sebesar ini mungkin dunia yang dikunjunginya baru sejauh Jakarta. Itupun belum tentu setahun sekali, lebih banyak harinya habis di ladang dan sawah. Mereka tidak mengenal istilah start-up, tidak mengerti apa itu eksistensi. Tapi satu hal yang pasti, mereka berperan.
Adalah orang-orang yang tidak dikenal inilah yang membuat meja makan orang-orang bisa tersaji nasi. Juga beberapa macam sayuran. Mereka menjalani perannya dengan ikhlas. Tidak menuntut untuk menjadikan diri mereka dikenal banyak orang. Sungguh, tidak ada yang keliru sama sekali dengan menjadi orang biasa. Surga juga tidak diciptakan hanya untuk orang-orang yang eksis, yang terkenal, yang membangun ini dan itu. Dan perubahan peradaban juga tidak muluk-muluk dimulai dengan membangun perusahaan, dan berbagai macam euforia yang menekan kaum muda saat ini.
Yang paling utama adalah menjadilah seseorang yang berperan. Kemudian menjalani peran tersebut dengan sebaik-baiknya. Menjalaninya dengan penuh ketulusan dan niat yang lurus.
Kita semakin jauh dari niat, semakin jauh dari kearifan-kearifan. Kalau saya perhatikan, begitu banyak orang yang khawatir dirinya menjadi debu, menjadi bukan siapa-siapa dan biasa saja. Padahal menjadi debu pun sebenarnya sangat berarti dan bermakna ketika ia bisa menjadi berperan. Untuk tayamum misalnya.
Keluar rumahlah dan jalan kaki. Berapa ribu orang yang bisa kita temui dijalan dan sama sekali tidak kita kenal. Barangkali mereka adalah orang-orang yang amat dikenal oleh penduduk langit, surga merindukan kematian mereka, malaikat sibuk mencatat kebaikan dari peran yang mereka jalani.
Dunia ini benar-benar sementara, benar-benar senda gurau. Tidak akan habis kita mengejarnya. Setelah itu juga, tidak akan kita bawa mati. 



Iin Wahyuningsi
Rumah, catatan setahun yang lalu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar