Senin, 31 Oktober 2016

Selalu Ada Bahagia yang Bisa Disyukuri

Ada kalanya kita sedih,  sediih sekali. 
Mungkin saat itu bisa jadi saat-saat terberat dalam hidup kita.  Kita sedang dicoba sedemikian rupa.  Konon katanya,  setelah itu kita akan naik level.
Sabar..

"Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk." Kata Tan Malaka

Menggugulah, menangis saja, biar lega. Asal jangan berlarut-larut.

Ingat,  selalu ada hal-hal bahagia  yang bisa kita rengkuh.  Sekecil apapun, tumbuhkan.  Kumpulkan remah-remah bahagia itu.  Sampai sakumu penuh.  Dipenuhi syukur.
Beri ruang pada hati yang sedang biru untuk memahami bahwa setelah kesulitan, pasti ada kemudahan.. .

Semuanya akan terlewati dengan baik-baik saja.  Jangan khawatir :)

Minggu, 23 Oktober 2016

Kehadiran

...sejak hari itu aku belajar bahwa bentuk Kasih sayang manusia pali g sederhana namun paling nyata adalah kehadiran. 
Ketika kita menyayangi seseorang, kita akan selalu berusaha hadir,  meskipun tidak selalu sampai dengan raga kita.  Selalu menemukan cara lain untuk hadir.  Sekaligus selau menghadirkan, dalam hati dan dalam do'a...

Untuk Perempuan terbaik, bernama Mama

Rabu, 19 Oktober 2016

Yang diyakini, yang didapatkan

Di saat kita semua berlomba untuk mengejar impian dengan keyakinan bahwa impian itu baik bagi kita,  ada Allah yang Maha Mengetahui dengan ilmu-ilmuNya bahwa yang terbaik bagi kita tidak selalu sesuai dengan prasangka kita.

Lalu ada kalanya beberapa dari kita bahwa dengan meyakini usaha-usaha kita, kita pasti akan sampai pada impian yang telah kita gantungkan. Lalu di saat yang sama,  kita lupa bahwa Allah yang memiliki kehendak atas takdir-takdir kita.

Bukan keyakinan dan usaha saja yang mengantarkan kita sampai pada tujuan. Tapi hanya kebaikan Allah yang membuat kita sampai pada tujuan.

Pernahkah kamu mendengar sebuah cerita,  bahwa ada seorang hamba yang meminta keadilan pada Allah atas amalnya di dunia agar masuk surga.  Tetapi dia tidak mendapatkannya. Lalu dalam cerita itu terajarkan bahwa surga dan segala impian yang kita gantungkan hanya bisa dicapai dengan rahmat Allah,  bukan hanya pada amal dan usaha-usaha kita.

Jika suatu saat nanti kamu berada dalam pencapaian mimpi-mimpimu,  maka ingatlah bahwa pencapaian itu bukan sebatas bayaran atas usaha-usaha kamu.  Tapi di balik itu, ada Allah yang telah menghendaki kamu untuk berada disana.

Agar tidak sombong diri,  seperti Qorun yang mengatakan bahwa "ini semua adalah berkat upayaku" . Agar tidak lupa diri, seperti Firaun yang berkata "Aku adalah tu(h)an kamu sekalian. "

Sesungguhnya kita perlu bersantun-santun kepada Allah adalam mencapai tujuan

#selfreminder

Mataram, 20 Oktober 2016

Di Bawah Naungan Masjid Kubah Biru

Jika bertanya, Tuhan ada dimana? 
Orang akan menunjuk "Di atas" atau "Di langit" atau "Di Singgasananya". Berbagai variasi jawaban selalu akan muncul atas pertanyaan yang diberikan.

Lalu Aira bertemu teman yang sangat rajin beribadah,  Fatimah, namanya..

Di waktu Dhuha itu,  Fatimah meminta Aira menutup mata dalam posisi duduk,  lalu membukanya kembali, dan nampak dia membuat jarak 10m dari Aira.  Kemudian Fatimah bertanya;

"Ra,  apa yang kamu lihat?" tanya Fatimah sambil menunjuk dirinya.
"Manusia" jawab Aira

Fatimah meminta Aira menutup mata lagi,  lalu membukanya kembali.  Tiba-tiba Fatimah sudah berada 5m lebih dekat,  dan Fatimah bertanya lagi;

"Kalau sekarang?" tanya Fatimah sambil menunjuk dirinya
"Manusia" jawab Aira kembali
"Bagus" Kata Fatimah

Fatimah meminta Aira menutup mata lagi,  lalu membukanya kembali,  tiba-tiba Fatimah sudah berada sangat dekat hingga jarak mereka hanya 1m,  dan dia bertanya lagi;

"Kalau sekarang?" tanya Fatimah sambil menunjuk dirinya lagi
"Perut kamu" jawab Aira kembali

Fatimah menyuruh Aira menutup mata lagi, entah apa yang dilakukan dengan bertanya seperti itu.  Namun,  belum selesai bertanya dalam hati, Fatimah meminta Aira membuka mata,  dan nampak mata Aira berada tepat di depan perut Fatimah dengan jarak hanya beberapa cm.  Lalu Fatimah bertanya lagi;

"Sekarang coba kamu lihat, apa yang kamu lihat"
"Manusia" jawab Aira
"Bukan,  tapi yang kamu lihat" Fatimah bertanya lagi
"Hmm.. Warna hijau" itu adalah warna jilbab yang dikenakan Fatimah
"Tebak,  apakah saya?" tanya Fatimah
"Manusia lah,  jelas" jawab Aira
"Yakin?" Fatimah kembali bertanya
"Yakin seratus persen" jawab Aira dengan semangat
"Lalu,  bagaimana caranya kamu yakin kalau hanya dari warna yang kamu lihat itu adalah manusia?" tanya Fatimah lagi
"Karna memang saya sudah tau, bahwa memang kamu kan manusia,  jadi saya yakin kalau kamu manusia" jawab Aira

Fatimah akhirnya duduk dan mempersilakan Aira duduk kembali tepat disampingnya, menghadap ke arah Timur pelataran masjid.

"Itulah Tuhan,  Ra.. Tuhan memang tidak akan terlihat.  Karena saking besarnya,  bahkan kita tidak bisa melihatnya.  Bisa jadi Tuhan memang ada di depan kita,  namun mata tak mampu melihatnya, seperti kamu melihat warna hijau di depan matamu. Namun, mereka yang beriman, tetap akan meyakini,  walau tak bisa dilihat mata,  Tuhan itu ada dengan kita. Sama seperti kamu,  walau tak bisa melihat wujud manusia, kamu yakin bahwa dari warna hijau tadi adalah manusia.
Kenapa? Karena kamu sudah tau, bahwa memang ada manusia dibalik warna hijau tadi" jawab Fatimah sambil tersenyum dan menengadahkan wajah menghadap langit biru

Penjelasan yang singkat nan santai dari Fatimah kepada Aira. Maka tidak penting kita tau keberadaan Tuhan dimana, selama kita yakin, maka Tuhan ada di dekat kita.

Pertanyaannya,  apakah kita sudah yakin Tuhan itu dekat?

 

Di bawah naungan Masjid Kubah Biru,
15 Mei 2015
Fatimah kepada Aira

Senin, 17 Oktober 2016

Sebuah Cerpen: Gadis dengan Sejuta Senyum yang Tak Bisa Habis

Saat itu aku melihatnya berlarian di tengah hujan. Kali ini dresnya merah muda, senada dengan payungnya. Tangannya sesekali dia tengadahkan,  sekedar mengkongirmasi-apa rinai yang ia lihat sama dengan yang ia rasakan. Lalu ia kembali melanjutkan perjalanan, dan tersenyum.

Beberapa saat lalu,  kutemui dirinya terengah-engah.  Naik turun tangga, lalu kami kembali bertemu di tempat fotokopi, di sudut timur fakultas,  dia merapikan berkasnya.  Rasa-rasanya dia sedang riweh,  sedang buru-buru,  jemarinya ia ketukkan di atas meja saat petugas fotokopi lambat melayaninya.  Kemudian dengan pelayanan yang alakadarnya,  wajah super ketus,  petugas itu bilang,

"Uang kecil aja sih Mbak,  nggak ada kembalian. " sambil menyodorkan dengan kasar. Aku yang menyaksikannya saja ingin marah. Tapi gadis itu tersenyum.

"Nggak ada tah Mas.  Yasudah,  Mas bawa dulu saja uang saya.  Saya buru-buru. "

"Loh Mbak-" lalu dia beralih begitu saja. 

Esoknya aku bertemu lagi dengan gadis itu, di jalan penyebrangan dekat kampus.  Lagi-lagi dia sedang tersenyum membagi beberapa nasi bungkus dengan teman-temannya untuk lansia yang menggelandang disana.  Padahal sedang panas terik.  Padahal tas kantong kresek yang dibawa ditangan kanannya itu berat- tampak karena saking banyaknya nasi bungkus disitu.

Pernah kutemui juga dia di kantin, sedang berkumpul dengan beberapa sahabatnya.  Rupanya dia tak pernah sadar jika sedang ku amati.  Sambil menyuap beberapa sendok nasi,  ia mendengarkan sahabatnya bercerita dengan menggebu-gebu. Dia sesekali menimpali dengan tak kalah cerianya.  Lagi-lagi kudapati ekspresi yang sama,  dia tersenyum.

Pun saat dia jalan pergi ke parkiran..dia hanya terdiam melihat parkir yang tak beraturan. Sepertinya dia sedang berpikir dan menghela nafas panjang.  Gadis itu keberatan menggeser motornya sendiri,  butuh waktu yang cukup lama untuk mengeluarkan motor maticnya dari kerumunan motor.  Tapi dia tidak buru-buru keluar,  jarak dua motor di sebelahnya ada gadis lain yang tak sekuat dia.  Di letakkannya kembali motor matic warna merah miliknya,  dan dia berjalan kearah sana, membantunya.  Ya Tuhan!  Gadis ini... Lalu dengan sudut bibir yang sama,  dia tersenyum setelah semuanya usai. 
Kutelusuri dia di sosial media. Aku tau dia setelah aku bertanya pada temanku yang pernah kulihat bersamanya.  Kucatat benar namanya!  Aku mencoba mengakses akun-akun sosial medianya.  Tak ada satupun keluhan di akunnya.  Aku tau dia pasti sembunyi di balik kata bijak. Seolah yang dia punya hanyalah kebahagiaan.  Dia kembali memenuhi ruang dan waktu dengan senyumnya itu.

Aku sampai pada satu kesimpulan;  orang yang bisa mendengar keluh kesahnya, kesedihannya, menghibur lukanya,..pastilah beruntung.  Saat gadis itu menunjukkan lemahnya,  pastilah orang itu memiliki peran yang kuat dalam hidupnya. 

Dan itu bukan aku..

Andai dia tau,  aku juga ingin menguatkannya..

Minggu, 16 Oktober 2016

Sepertinya ada yang salah. Saat kita mengejar, tetapi tak tau apa yang dikejar.

Cita-cita?
Harapan?
Kisah Cinta?
Kebahagiaan? 

Haruskah hal-hal itu membuat kita menjadi hilang?  Lupa sama sekali dengn bentuk peduli paling kecil;  berbagi. 
Mungkin sederhana tetapi tidak  banyak orang punya waktu.  Untuk tidak mementingkan diri sendiri.  Untuk mencoba memberi arti.  Untuk menyadari.

Sesederhana, tidak semua keluarga baik-baik saja.  Sesederhana, tidak semua hubungan indah-indah saja.  Sesederhana, tidak semua pilihan hidup dan keinginan dapat diraih dengan mudah-mudah saja. 

Terkadang aku menghela nafas panjang, panjang sekali.  Mendengar.  Menyimak.  Memahami . Menemani. Selalu ada-ada saja masalah pelik tak terkira.  Tak kunjung ada selesainya. 

Hanya saja,  bukankah hal itu yang dapat aku lakukan saat ini? Atas kesadaran bahwa setiap kita pernah merasa lega meski hanya didengar tanpa ada perasaan tidak aman karena pernah dikoyak rasa percaya.  Sebagai sebentuk rasa syukur bahwa hidup masih baik-baik saja dengan waktu yang berkelimpahan. 

Lagipula hidup memang tidak sesederhana itu.  Hidup memang begitu. 

Ada banyak luka dan duka.  Ada banyak rasa tidak bahagia. 
Dan sebagai manusia,  selayaknya saling mengingatkan untuk kembali pada hal-hal sederhana.  Rasa cukup. Rasa syukur.  Rasa sabar. Rasa ikhlas...

Sebab,  bukankah setiap yang kita alami hanya sebentar?  Sebentar sedihnya, sebentar bahagianya, sebentar sakitnya, sebentar sekali..

Semudah itu, Allah mengubah hati kita...

151016

Rabu, 05 Oktober 2016

Do'a-do'a yang Tumbuh

Rasanya,  bisa menjadi seorang ibu adalah pelengkap fitrah bagi seorang perempuan.  Bagaimana tidak,  segala lelah,  kepayahan dan kesulitan yang dialami selama kurang lebih sembilan bulan belum lagi ditambah saat-saat ketika akan melahirkan-pertaruhan antara hidup dan mati- tak akan menyurutkan semangat dan suka cita yang akan ia rasakan, demi menjadi seorang Ibu, seseorang yang lahir dari rahimnya, yang akan memanggilnya "ibu"...

Bahwa kita adalah  do'a-do'a yang bertumbuh. Do'a-do'a dari sekian banyak orang yang mendoakan bahkan sedari dalam kandungan.  "Semoga janinnya sehat, lancar persalinannya, menjadi anak yang Shaleh(ah), menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua,  berguna bagi agama dan bangsa." Belum lagi do'a-do'a yang melantun deras dari Ayah dan Ibu di setiap waktu mereka.

Mengajarkan aku,  betapa setiap manusia pernah dan dulunya adalah do'a-do'a,  tidak ada seorang anakpun yang dikandung dan dilahirkan dengan do'a-do'a yang tidak baik. Termasuk kita..

Bertumbuh dan menjadi dewasa seharusnya juga menyadarkan bahwa kita punya pilihan untuk menjadi jawaban do'a-do'a.
Siapa yang tau, di belahan dunia entah yang mana,  ada orang-orang yang senantiasa mendoakan kita dengan tulusnya. Mana tega kita mematahkannya (?)


*Terimakasih Mamak,  Bapak,  kami tak ada apa-apanya tanpa do'a mu*

Tulisan ini bisa jadi merupakan hasil perjalanan dari Kakak yang kemarin (4 Oktober 2016) resmi menggenapkan fitrahnya :") Barakallah.. 😍❤❤
Selamat menjadi Ibu, kak..😍💞

perempuan dan anak-anak




Bagiku,  perempuan yang bersedia merelakan waktunya untuk membersamai anak-anak adalah kecantikan yang sebenarnya.  Perempuan yang rela memberikan waktunya untuk mengurus mereka,  mengajarinya dengan sabar,  memeluk mereka ketika menangis, menggandeng tangan mereka,  dan mengajarkan hal-hal baik.  Karena yang demikian itu tak banyak yang tulus.  Karena ketulusanlah yang melahirkan setiap mili-energi yang menyusun kata-kata,  menegakkan kaki untuk melangkah dan melembutkan tangan untuk menyentuh mereka.
Bagiku sisi paling menarik seorang perempuan ada di dalam hubungan-hubungan emosinya terhadap orang lain.  Kesantunan dan kelembutan hatinya terlihat saat berinteraksi dengan orang tua dan anak-anak.  Kecantikan yang melampaui kualitas bedak dan gincu,  melapaui model pakaian terkini,  melampaui segala khasiat pemutih,  pelangsing dan lulur mandi.
Perempuan diantara anak-anak itu bidadari,  sebab anak-anak selalu jujur terhadap perasaannya.  Dengan siapa mereka nyaman dan tidaknya, dengan siapa mereka mau dekat dan tidaknya.
Selalu cantik,  perempuan yang bisa menggerakkan hatinya  untuk hadir dalam urusan anak-anak.

Minggu, 02 Oktober 2016

Percaya dan Mempercayakan


Pada beberapa hari yang lalu.  Ketika aku selesai memarkirkan motorku di pelataran sebuah Toko Buku, aku menyaksikan orang-orang memberikan tas-tas mereka kepada petugas penitipan.  Aku berpikir sesuatu yang mungkin sadar atau tidak menjadi refleksi dalam hidup yang aku jalani.  Tentang satu hal yang mungkin sering luput,  yaitu tentang percaya dan mempercayakan.
Mengapa bagiku kata sifat "percaya" harus diikuti dengan kata kerja "mempercayakan"? Banyak hal dalam hidup telah mengajarkan dan menunjukkan bahwa kedua hal ini tidak seharusnya dipisahkan.  Lihatlah betapa para penitip tas itu sejak awal mempercayakan tasnya untuk dititipkan. Alhasil,  dia tidak perlu khawatir dan memikirkan bagaimana nasib tasnya di tangan orang lain itu. Ada sikap mempercayakan yang membuatnya yakin bahwa barang yang dia titipkan akan baik-baik saja.

Dalam konteks hubungan manusia dengan Allah sebagai Maha Pencipta,  hal ini menjadi renungan yang baik.  Banyak diantara kita yang masih sebatas percaya kepada Allah tapi tidak mempercayakan hidup kita kepada-nya.  Kita mempertanyakan dan mengkhawatirkan banyak hal dalam hidup yang sebenarnya--apabila kita mampu mempercayakan hidup kita kepada-Nya--kita akan baik-baik saja dan kita akan selamat.
Mengapa aku berani mengatakan bahwa banyak yang percaya kepada Allah tapi tidak berani mempercayakan?  Lihatlah betapa banyak orang sangsi tentang masa depannya.  Mengenai urusan jodoh, misalnya.  Orang baik tentu akan bertemu dengan orang baik pula.  Namun sedikit yang percaya mengenai hal itu.  Maka ramailah orang-orang tersebut bermain perasaan dengan berdekat-dekat secara intens kepada orang lain (pacaran).  Ketakutan tentang kalau tidak begitu (pacaran)  nanti tidak dapat-dapat jodoh.  Ini pikiran masyarakat umum.

Ya,  kita percaya kepada-Nya,  tetapi tidak bisa mempercayakan hidup kepada-Nya.  Pun dalam urusan lain-urusan lain dalam hidup ini, kita baru pada sebatas percaya kepada Allah. Percaya bahwa Dia ada.  Namun kita banyak mempertimbangkan ketika kita ingin mempercayakan hidup kita kepada-Nya. Banyak kekhawatiran,  banyak asumsi,  banyak spekulasi dan banyak syarat yang kita buat.
Ketika apa yang Allah berikan ternyata tidak sesuai dengan harapan atau ekspektasi kita,  maka kita mulai mundur satu langkah dari sikap mempercayakan ini,  dan berakibat pada turunnya tingkat kepercayaan kita kepada-Nya dalam hal-hal yang lain.

Mari kita sama-sama koreksi diri jika kita sudah mengakui percaya kepada Allah.  Sejauh mana kita bisa  mempercayakan hidup kita ini di tangan-Nya?  Tentang masa depan kita,  tentang jodoh kita,  tentang hal-hal yang sampai saat ini mengganggu pikiran kita dan membuat kita tidak tenang dalam menjalani hidup. 
Bisa dibanyangkan dalam cerita di atas, seandainya jika para pemilik tas sudah menitipkan barangnya dan ternyata tidak memiliki sikap mempercayakan sepenuhnya.  Bisa jadi ketika berbelanja,  dia tidak akan "khusyuk" dengan buku yang ia cari Karena terus kepikiran tasnya; apakah tidak apa-apa, apakah tidak akan dibawa orang tadi, apakah tidak rusak,  apakah isi di dalam tas akan tetap sama,  atau bagaimana bila hilang. 
Kekhawatiran kita dalam hidup mirip seperti itu.  Sudahkan kita mempercayakan hidup kita kepada Allah?  Dan sejauh mana kita sudah berikhtiar untuk hidup kita?  Allah menjamin banyak hal dalam hidup,  dan kita diminta untuk berikhtiar dengan sebaik-baiknya.
Ketika kamu percaya untuk menitipkan tasmu dan kamu memiliki sikap mempercayakan, penjaga tas akan senang dan dia hanya ingin kamu berbelanja/memilih buku dengan "khusuk" dan tenang tanpa memikirkan tentang tasmu sama sekali.  "Berbelanjalah dengan tenang, aku akan menjaga tasmu ini dengan baik serta menjaminnya.  Aku akan memberikannya jika kamu sudah selesai berbelanja" mungkin seperti itu bahasa yang dikatakan oleh penjaga tas.

Allah akan memberikan jawaban-jawaban atas sikap mempercayakan kita kepada-Nya.  Allah menyukai hamba-Nya yang berserah diri.  Berserah diri adalah bentuk kata lain dari mempercayakan hidup sepenuhnya tanpa keraguan sedikitpun pada sesuatu yang kita percayai.  Ikhtiarkan hidup kita sebaik-baiknya dan titipkan hidup kita ini kepada-Nya.

Hingga pada suatu saat kamu benar-benar bisa mengatakan "Aku telah mempercayakan hidupku kepada Allah, aku tau Dia adalah sebaik-baik penjaga dan sebaik-baiknya dalam menepati janji"





Selamat tahun baru hijriah.  Semoga ini benar-benar menjadi awal yang baik.. ❤❤