Lingkaran itu sudah rapi.
“anak-anak, siapa yang tadi pagi sholat subuh?” sejumlah lengan kecil mengacung
tinggi, sambil berteriak, “Saya! Saya!” Aku lihat ada beberapa anak yang
terpaku tidak mengangkat tangannya. aku tanya satu persatu, “Apa yang membuatmu
tak sholat subuh Sayang?”
“Itu, Buk. Lupa, Buk”
“Oh.. Kalau ….. (nama siswa)?”
Dengan wajah seolah malu, “saya tadi abis bangun
langsung disuruh mandi trus makan trus berangkat”
“Oh….Nah, Kalau … (nama siswa yang lain)?”
“Saya bangunnya udah pagi, tapi Ibu saya masih tidur,
Bapak saya juga, mereka ndak pernah sholat, Buk, saya jadinya ndak sholat
juga”
Setelah mendengar jawaban
anak-anak yang tidak sholat subuh, aku memberikan mereka beberapa masukan dan
tips agar mereka bisa menjalankan sholat subuh. Terlebih dengan berjamaah.
Episode singkat ini terjadi di pagi hari sesaat sebelum kelas dibuka, sekitar
beberapa bulan yang lalu. Yang saya ingat mereka adalah anak-anak yang lucu dan
lugu, berusia sekitar 4-6 tahun, imut, cakep, cantik, dan manis. Saat itu aku
sengaja bertanya begitu agar perlahan tapi pasti memahami bahwa sholat itu
penting; bahwa sholat subuh itu disaksikan oleh para malaikat yang mulia.
Aku tahu mereka masih kecil dan
belum mendapat kewajiban menjalankannya. Aku hanya melatih mereka agar terbiasa
menjalankan sholat sejak dini. Mengajak dan mencontohkan sekaligus. Diantaranya
ada yang melakukannya, sebagian ada yang kadang melakukannya, kadang juga
tidak, sebagian bahkan sangat sulit untuk melakukannya. Kenapa ya?
Sampai-sampai aku ingin sekali berada di samping mereka saat subuh tiba.
Sekedar membantu membangunkan mereka untuk sholat subuh saja.
Kenyataannya aku tidak di samping mereka. Yang ada di
samping mereka adalah orang tua mereka. Merekalah yang akan ditanya oleh Allah
kelak, bukan aku. Betapa aku ingin tahu apakah pertanyaanku setiap pagi itu
memberikan makna pada keyakinannya?; “apakah kalian sudah sholat subuh tadi
pagi, Nak?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar