Minggu, 12 November 2017

HABIS ITU APA?


Jawab dengan jujur dalam hitungan detik, apa visi hidupmu?
Pengusaha? Seniman? Pejabat? Atlet?
Beberapa minggu lalu, saya baru saja memahami, tentang betapa pentingnya menentukan visi hidup.
Kamu tau, visi hidup saya apa awalnya? Saya ingin menjadi penulis buku.
Namun, muncul pertanyaan baru. Jika saya sudah bisa menulis buku, lantas, habis itu apa?
Jika bicara visi, maka itu adalah “purpose"hidup, yang jika tercapai, maka selesai sudah perjalanan tersebut. Jika sudah tercapai, dan kita belum mati, habis itu apa?
Saya sedang merenungi, jika hari ini, kita sudah menjadi pengusaha paling kaya sedunia,  menjadi musisi yang paling terkenal, menjadi atlet terbaik di dunia, menjadi paling top atas profesi yang anda inginkan, habis itu apa?
Kita harus membedakan, yang mana keinginan, dan yang mana visi hidup.
Ketika kecil, saya ingin jadi astronot. Ketika SMP, saya ingin jadi musisi. Ketika SMA, saya ingin jadi Artis. Ketika kuliah, saya ingin menjadi pengusaha.
Kini, saya paham. Hal-hal yang saya inginkan, bukanlah visi hidup, melainkan hanya sebuah keinginan untuk menjawab rasa penasaran. Saya ingin merasakan ke bulan, saya ingin merasakan manggung, saya ingin merasakan punya banyak uang, itu semua, bukanlah visi hidup.
Maka, dari situ, saya memahami, bahwa sebetulnya, visi hidup itu sesungguhnya takkan pernah bisa dicapai disaat kita hidup. Bagi saya, visi hidup manusia itu, hanyalah mendapat ridha dari Tuhannya.
Kenapa begitu? Simple, ketika kita berhasil mendapat ridha Tuhan, habis itu apa? Habis itu, kita bisa menikmati Syurga-Nya. Apakah ada yang lebih baik dari balasan tersebut? Yang saya percaya, tidak ada, itu lah balasan terbaik atas visi hidup seseorang.
Menjadi pengusaha, atlet, musisi, pengajar, entertainer, tak lain, itu hanyalah cara untuk mencapai visi hidup, itu hanyalah misi kecil untuk mencapai "purpose” hidup kita sesungguhnya
Maka, jangan sampai, misi-misi kecil kita, melupakan kewajiban-kewajiban kita, sehingga kita justru malah melupakan visi hidup kita.
Sekarang, silahkan baca kembali pertanyaan saya di awal tulisan ini. Masihkah jawabannya sama?

Mataram, 12 November 2017

Sabtu, 02 September 2017

19082017

Happy graduation, Abang... :')

Semoga setelah ini, pemahamannya kian baik, ilmuanya berkah dan ini itunya Allah mudahkan :)
Selamat berjuang (lagi), 
Jangan (mudah) menyerah.. :)
Selamat menempuh hidup baru :D

*jangan tanya gimana susahnya 'nyodok-nyodok' si abang cuma buat satu foto ini aja :X *

Selasa, 15 Agustus 2017

'kado'

*Tepat sebelum angka lima belas kosong delapan,  saat sarapan dengan posisi si A dan si B sepiring berdua, si C dan si D dengan piring masing-masing*
B: Pak, hari ini tanggal empat belas
     agustus
A: Iya, kenapa?
B: besok tanggal berapa dong?
A: Tanggal lima belas dong
(Tetiba terdengar suara cekikikan dari si C dan si D, yang entah mulai mengerti atau memang benar-benar menertawakan si B)
B: Besok tanggal lima belas agustus, Pak..
(Sluuuurpp, tetiba suapan nasi dari tangan si A masuk begitu saja ke mulut si B)
A: selamat ulang tahun, ini dah kado dari Bapak.. Enak ndak?
(Mendadak si C dan si D tertawa lepas)
B: Pak, kan tanggal lima belasnya besok..
    (Sambil nelen makanan)
A: iya, jadikan Bapak orang pertama yang ngucapin, orang pertama yang kasi kado..
***
*Tepat di tanggal lima belas kosong delapan pukul enam sore*
B: Abang, ini apa? Siapa punya?
     (Nyodorin bungkusan unyu-unyu)
C: Tadi ada yang dateng, nitipin itu, abis
      itu, katanya kasi kalo udah pulang,
      dan yang ngasi juga buru-buru pulang.
(Bungkusan unyu-unyu-nya dibuka; nemu sajadah beserta selembar kertas putih lengkap dengan tulisan; si B langsung merasa terharu sekaligus terhore, pengen nangis tapi jadi senyum-senyum sendiri, ah.. Di akhir tulisan itu tertulis: Tertanda: (Sebut saja) si Zahra)
***
Sekilas cerpen yang cukup penting nggak penting,  tapi tetep bermakna,  tetep punya cerita, punya kesan yang daleeeem sekali.
Tentang angka lima belas kosong delapan dan aku..
Kado dan angka itu rasanya lekat sekali, dan jika dipikir lagi, sebenarnya kado itu ada setiap saat; 
Saat kita ditimpa kesulitan atau butuh sesuatu yang tanpa menyampaikan kepada siapapun tetiba Allah mudahkan dengan mengirim bala bantuan yang selalu datangnya dari arah anatah berantah, yang seringnya nggak sampai dilogika, kemudian sesuatu itu menjadi ringan begitu aja.
Saat kita bertemu langit pagi kemudian bertemu lagi langit malam dengan kondisi keluarga yang utuh, Allah guratkan senyum dipipi, lengkap dengan anggota tubuh yang baik.
Saat kita semudah mengucapkan syukur saat apapun perasaan yang kita alami, karna itu artinya iman kita masih baik;  selalu berbaik sangka pada-Nya.
Saat kita dengan begitu mudahnya mendapatkan orang-orang di sekitar kita tersenyum ceria, tertawa bersama.
Atau saat Allah berikan ke mudahan-kemudahan untuk kita dalam memudahkan urusan orang lain.
Kado itu sesederhana itu, benar-benar sesederhana itu.
Kado itu ada setiap saat, maka perbaiki cara mencarinya,  iyakan In.. :)
Jangan (mudah) menyerah,..
Rumah, 15 Agustus 2017

Sabtu, 05 Agustus 2017

Kamu dan Pertemuan Kemarin

Bagaimana rasanya menjadi saksi dari perjalanan hidup seseorang? 

Menyenangkan, mengesankan, mengharukan, membahagiakan.

Menjadi saksi bagaimana ia berproses, bagaimana ia menjadi berbeda dari sebelumnya, dengan peran-peran barunya, serba-serbi perasaannya. Jika di albumkan, mungkin setiap lembaran yang terbuka akan mengguratkan senyum dibibir dan air mata yang meleleh di pipi..

Tentang kamu kemarin, rasanya aku 'menemukan' kamu yang lain;  kamu yang sudah kian mendewasa, penuh gurat Kasih sayang dan kesabaran, intonasi suara yang begitu berbeda dari beberapa tahun yang lalu, ditambah lagi dengan si Dede (baca: kembaran aku versi waktu kecil) yang nggak mau pisah sama kamu, selalu sama kamu, dan kemarin, aku bener-bener jadi saksi gimana sabarnya kamu ngadepin si dede yang rewel karna sakitnya. Dengerin ceritanya kamu yang bangun tengah malem demi nenangin si Dede, dan segala serba serbinya berumah tangga.

Selalu membuat aku takjub, entah dari apa hati seorang yang bergelar Ibu terbuat;  hingga lelahpun selalu berbuah syukur, dan selalu ampuh mengguratkan senyum. 

Dalam perjalanan pulang, aku membawa serta setiap kenangan selama tujuh tahun;  saat-saat gimana kamu dan aku berjuang sama-sama semasa kuliah; aku jatuh-kamu bangunkan, kamu jatuh-aku bangunkan-kamu dan aku jatuh kita saling menguatkan, saat kamu dan aku punya jadwal bawa bekal yang seringnya dengan porsi jumbo buat kita makan sama-sama karna uang selalu ngerasa nggak sanggup kalau di ajak makan ke kantin kampus. Kamu yang paling Setia naikin ega sama Aku, biar abis itu sering komplain bilang berasa 'gadai nyawa'.  Kamu yang tau aku suka banget sama hujan dan selalu antusias kalau aku ajak hujan-hujanan meski kamu bakal tau abis itu kamu bakal pilek-pilek *seketika aku berasa udah jahat banget*. Kamu yang semasa KKN jadi paling perhatian dan jahiil banget seringnya bangunin aku tengah malem cuma karna kamunya nggak bisa tidur, pas akunya bangun dan nggak bisa tidur gantian kamu yang tidur *seketika aku ngerasa kamu lebih jahat*.

Terimakasih, untuk Tuhan yang bersedia menghadirkan kamu dan segala hal yang kamu bawa serta..

Selamat menjalankan peran-peran baru, dan Selamat menjadi lebih berdaya.. :)

|     Rasanya, waktu selalu memiliki caranya sendiri, mengubah seseorang dengan sebegitu apiknya.  |

Apa kamu ngerasa aku juga udah berubah? *maksudku berubah jadi lebih baik, bukan kek power rangers*

Rumah, 6 Agustus 2017

Jumat, 30 Juni 2017

Ibu

Ada yang bergemuruh dalam hati, namanya rindu.
Ada yang menenangkan, namanya do'amu.
Ada yang diam-diam menggugu semalam, namanya aku.

Kamis, 15 Juni 2017

Menjaga Jarak

Kemarin aku ke mushalla sebuah pusat perbelanjaan di Jogja. Karena mushallanya tidak sebesar masjid di lantai atas, jadi jamaah harus antri sebagian di luar, menunggu jamaah yang di dalam selesai. Rasanya adem, masjid dan mushalla disini, meskipun di mall, selalu ramai. Seusai shalat, karena ada jamaah lain yang menunggu, satu persatu jamaah keluar dari mushalla. Karena pintunya cuma satu akses, jadi harus begantian.
Semuanya rapih, karena punya wudhu, laki-laki dan perempuan memisahkan diri dengan sendirinya. Laki-laki jalan terlebih dahulu. Tidak ada yang bersentuhan satu sama lain. Menjaga jarak. Semua keluar dengan tertib.
Lalu aku menggumam. Sepertinya suasana ini yang aku rindukan.
Kalau semua muslim dan muslimah di negeri dengan penduduk muslim terbanyak di dunia ini menjaga wudhu dengan baik, sepertinya tidak akan ada fenomena seperti sekarang. Ketika di social media laki-laki dan perempuan begitu dempet tanpa ada jarak. Ketika di dunia nyata, yang bukan mahram dengan sengaja bersentuhan tidak dalam batasan normal.
Kalau semua muslim dan muslimah menjaga wudhu, tak ada namanya demi relationship goal, muda mudi begitu mudah bermesraan di depan umum. Demi foto yang bagus, sampai lupa kalau foto-foto di social media kelak akan dipertanggungjawabkan di hari akhir.
Kalau semua muslim dan muslimah menjaga wudhu, aih setan pasti pusing bukan kepalang, darimana dia bisa menggoda manusia agar gandeng-gandengan, sender-senderan, dan peluk-pelukan sama yang bukan mahram?
Kalau semua muslim dan muslimah menjaga wudhu, tentu masing-masing akan tegas dengan sendirinya. Tidak merabunkan batasan, menjaga satu sama lain.
Hari ini mushalla di satu pusat perbelanjaan, memberi aku sebuah pelajaran berharga. Bahwa wudhu memiliki sebuah arti…untuk menjaga apa yang seharusnya dijaga. Menjaga diri, menjaga orang lain, menjaga dari bisik setan, menjaga nafsu, dan menjaga kesucian.
Semoga tiap-tiap dari kita senantiasa semangat belajar. Dan sebaik-baik ilmu adalah yang diamalkan :)
Semoga dapat menjadi pengingat untuk diri sendiri. Wallahua'lam, yang masih miskin ilmu,

Jogja, 5 Juni 2017.

Sabtu, 06 Mei 2017

Cerpen: perempuan-perempuan yang cantik


“Pak, perempuan yang paling Bapak suka itu yang seperti apa?” tanyaku suatu sore.
“Bapak suka sama perempuan yang mudah bersyukur.” jawabnya.
“Itu yang paling cantik menurut Bapak?” aku menegaskan pertanyaan.
“Iya, perempuan yang mudah bersyukur adalah perempuan yang paling cantik.” ujarnya.
* * * *
Percakapan itu melewati lebih dari empat musim. Melewati siang dan malam, melewati ribuan kilometer, melewati begitu banyak detik. Pertanyaan dan jawaban yang baru dimengerti setelah semua jarak dan waktu telah ditempuh.
Aku tidak tahu maksud Bapak tentang perempuan yang mudah bersyukur itu seperti apa. Aku hanya mengiyakan kala itu. Bertahun setelah pertanyaan dan jawaban itu terjadi, aku baru memahami hari ini betapa cantiknya perempuan yang mudah bersyukur.
Ditengah obrolan-obrolan di ruang laki-laki bersama teman-teman sebaya. Begitu banyak laki-laki yang resah dengan status pekerjaannya, juga penghasilannya. Ditengah harga rumah yang melangit, harga kebutuhan pokok yang mahal, apalagi harga susu bayi. Dgah rekan-rekan wanita di lingkungan kerjanya yang menurut mereka “high-maintenance” yang memerlukan banyak biaya untuk gaya hidup. Obrolan tentang keresahan finansial laki-laki selalu jadi tren yang tidak surut. Juga tuntutan keluarga dan masyarakat tentang kemapanan. Kata “kemapanan” selalu jadi monster yang paling menakutkan bagi laki-laki.
Juga obrolan-obrolan di ruang perempuan, tentang ketidakyakinannya dengan laki-laki yang dekat atau mendekatinya saat ini. Tentang pekerjaan dan lagi-lagi, perihal kemapanan. Didukung oleh pertanyaan beruntun dari orang tuanya, dia kerja apa, dimana, berapa gajinya, dan segala bentuk interogasi yang menguliti sisi harga diri laki-laki.
Hidup di zaman yang sangat meterialistik ini, segala sesuatu diukur secara materi. Dikalkulasi secara matematis,  didata dengan benda-benda dan kepemilikan. Dan semakin ke sini, semakin menjadi-jadi.
Di tengah keresahan itu. Aku menjadi paham apa maksud Bapak bertahun lalu. Perempuan yang paling cantik adalah perempuan yang mudah bersyukur. Bersyukur atas rezeki yang diberikan kepadanya melalui laki-laki yang menjadi pasangannya. Bersyukur dan mendukung setiap usaha baik dari laki-laki yang ingin terus menafkahinya.
Rasa syukur yang membuat laki-laki merasa aman dan tenteram terhadap setiap jihad dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga. Rasa syukur dari perempuan yang dicintainya, yang membuatnya percaya diri untuk membangun usaha-usahanya. Rasa syukur dari perempuan yang ingin dia bahagiakan dan jaga kehidupannya.
Bukankah begitu banyak laki-laki yang berlaku curang, korupsi, melakukan penipuan proyek, manipulasi anggaran, minta bagian, dan hal-hal semacam itu. Banyak yang karena tuntutan perempuan yang kurang bersyukur atas rezeki yang didapat. Selalu merasa kurang, selalu merasa tidak cukup dan ingin lebih banyak.
Aku semakin mengerti apa maksud Bapak bertahun lalu. Meski aku tahu, menjadi perempuan yang mudah bersyukur itu sebuah tugas yang tidak mudah, apalagi hari ini. Perempuan yang mudah bersyukur adalah perempuan yang paling cantik, rasa syukur atas segala hal yang ada dan berasal dari laki-laki yang menjadi pasangan hidupnya.
Tentu saja, itu tercermin dari Bapak dan mamak, orang terdekat yang paling aku pahami tentang betapa rasa syukur mamak yang begitu tulus, membuat Bapak menjadi orang yang menurutku paling bahagia. Segala hal baik Bapak kerjakan demi kehidupan mamak dan keluarga yang lebih baik, Mamak tidak pernah menuntut lebih, tidak juga meminta. Mamak adalah perempuan yang penuh rasa syukur.
Dan aku menjadi tahu, kelak bagaimana aku bersikap.

Rumah, Menjelang ahad pagi, 7 Mei.

Minggu, 23 April 2017

KCB itu,.

Menggenap satu tahun, Kamu tau gimana rasanya aku saat Allah pertemukan dengan mereka gimana? 
Perasaannya itu terharu sekaligus terhore 😁😍
Orang-orang yang memilih menjadi berdaya, dengan segala upaya, melahirkan kecintaan orang banyak pada benda yang bernama buku;  mulai dari ngelapak, ngadain 'kajian-kajian' dari buku-buku yang 'ringan sampe yang berat',  belajar menulis, mengalirkan buku-buku yang baik dan layak baca untuk mereka yang notabene lebih butuh nun jauh disana dan banyak lagi ❤❤
jadi jangan heran kalau saat mampir ke basecamp KCB-Mataram, kita akan disuguhkan  pemandangan tiada tara dengan tersusunnya buku-buku yang aseliiii bakalan bikin pengen di angkut semua ke rumah😁, dan yang lebih sweet itu, saat kita boleh minjem buku apa aja dengan lama sesuka hati *tapi nggak buat selamanya lho ya😂* dan nggak lupa, orang-orangnya humble sekalii ❤❤ :)
Karna makin kesini, rasanya budaya baca mulai meredup *kecuali baca status di medsos yak 😌*.
"Kurang-kurangin main medsosnya, lebih baik baca buku, karna kamu nggak akan tau gimana beratnya perjuangan hidup di depan" gitu kata dosen dulu masi-masi jamannya kita imut-imut *eh?? 😂
Kalau kataku, aku senggaknya harus lebih banyak tau-banyak baca, selain bisa jadi bahan buat aku belajar,  bisa jadi ilmu yang mengalir *insyaallah*, mana tau besok lusa akan lebih banyak yang bisa aku diskusiin bersama kamu di temani teh hangat atau coklat hangat buatan aku, jadi kamu bisa lebih lama menghabiskan waktu dirumah, bersama aku *ihihihi

*karna masih banyak yang belum tau apa itu KCB,  KCB adalah singkatan dari Ketika Cinta Bertemu, eh??  Becanda ding.  KCB itu Sebentuk Komunitas Cinta Baca, dengan misi menghidupkan budaya literasi, menulis kemudian berdaya :). Jangan tanya buku-bukunya dari mana, bukankah ketika kita memiliki niat baik maka jalan akan Allah bukakan?  Right? Yang aku paham, sebagian besar buku-buku yang ada di basecamp itu adalah buku-buku punya akak-akak dan abang-abang KCB yang lebih memilih menyimpan buku-buku kesayangannya di rak-rak KCB dari pada di rak-rak kamar sendiri, mungkin seperti pikirku "semoga jadi amal mengalir", selebihnya?  Rizki itu datang dari arah yang selalu nggak keduga, seperti hibah dari kompas waktu itu dengan membawa serta 100 eksemplar buku dan masih banyak lagi :')

Doakan ya, semoga hati kami adalah hati yang selalu semangat menebar kebermanfaatan dengan wajah yang selalu cerah ceria :')

Selamat memeringati hari buku sedunia, 23 April 2017 :)

Jumat, 21 April 2017

Tulisan: Lebih


Kalau kita mau merenung lebih banyak, menghentikan sejenak diri dari rutinitas. Kemudian mengambil waktu untuk menyaksikan bagaimana setiap manusia bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Lantas menyelami setiap sisi kehidupan manusia dari matahari terbit hingga hilang dari permukaan.
Rasanya, keberadaan kita di dunia ini seperti sama sekali tidak berarti. Tidak lebih berarti dan bermanfaat dibandingkan orang-orang yang selama ini mungkin kita pandanga sebelah mata. Orang yang secara materi tidak lebih baik dari kita, yang secara penampilan tidak lebih bersih dari kita, juga mungkin secara beribadah tidak lebih mudah dari kita.
Betapa sombongnya diri kita sehingga kita merasa hidup kita yang terlihat mudah dan menyenangkan ini, dengan segenap cita-cita yang tinggi, dengan segudang kebahagiaan, makanan yang lezat, juga kemudahan lain. Kemudian kita merasa bahwa kita adalah orang baik, barangkali lebih mudah masuk surga.
Kalau saya ajukan pertanyaan tentang; apa yang sudah kita lakukan hari ini sehingga memberi manfaat kepada banyak orang?
Apakah waktu kita hari ini hanya habis untuk duduk manis di depan komputer, menulis segala hal indah dan sendu, atau habis bercengkerama dengan teman kemudian tertawa terbahak, atau habis dengan duduk di ruang diskusi membaca semua hal. Kemudian kita merasa sudah melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Bermanfaat untuk diri sendiri? Betapa egoisnya kita selama ini, melakukan segala sesuatu hanya untuk kebermanfaatan diri sendiri.
Jangan-jangan keberadaan kita di dunia ini tidak lebih bermanfaat dibanding dengan keberadaan para pemulung, tanpa saya bermaksud merendahkan pekerjaan tersebut. Barangkali “nilai” mereka lebih baik dari kita, kita sibuk berpikir bagaimana hidup kita nanti menjadi lebih baik, lebih kaya, lebih tinggi derajatnya. Kita lupa bahwa sebagaian besar orang seperti mereka (pemulung), sibuk membersihkan hal-hal itu demi kota yang lebih bersih.
Nilai hakiki kita tidak lebih baik dari orang-orang yang selama ini kita pendang sebelah mata, bukankah nilai manusia tidak diukur dari label pendidikan, banyaknya harta, paras, dan segala hal yang bersifat tidak selamanya.
Kelak timbangan kita hanya mau menimbang amal, bukan harta, bukan hal lain yang selama ini kita kejar. Dan amal itu adalah buah dari kebermanfaatan kita selama hidup. Jadi, hari ini apakah kita sudah memberi manfaat?

-Rumah, Di Penghujung hari kartini

Senin, 13 Februari 2017

“Allah itu sayaaang sekali sama kamu.” 


Aku menggenggam erat kata-kata itu. Itu selalu lebih dari cukup. Walaupun cintaku, untuk-Nya, tak pernah sempurna.
Aku tidak mau lagi, merasa terheran mengapa Allah terkadang memberi hal-hal pahit. Iya, Allah sedang mengajarkan bagaimana kamu menerima dirimu sendiri. Kamu yang yang tidak sempurna dengan segala masalah-masalahmu. Kamu dengan segala hal pahit diluar kuasamu.
Tetapi,
Allah juga mengajarkan bahwa tidak ada ujian yang tidak dapat dilalui.
Dan kini, kamu berhasil, kan?

Kamu tinggal menengok ke belakang dan mengucapkan terimakasih atas segala yang terjadi. Karena ketika mungkin besok ada yang lebih berat atau justru lebih ringan, kamu sudah terbiasa. Kamu menjadi sekuat baja.


Allah hanya ingin kamu tahu, bahwa;
 “Allah itu sayaaaaang sekali sama kamu.”



Rumah,14 Februari 2017

 

Kamis, 02 Februari 2017

Kapan kita kemana?
(Mungkin)  perjalananku ini akan lebih banyak ceritanya bila bersama kamu..
Nanti biar kameramu aku yang pegang, jangan lupa bawa buku catatan, biar abadi. 😊

Kamu dimana, kemana?
Oh. Menyublim jadi do'a.. 🙏

Rabu, 01 Februari 2017

Miskin

Miskin itu adalah urusan jiwa, bukan harta. Apalagi sebagai seorang yang berislam, Allah telah mencukupkan nikmatnya kepada kita. Memang yang saya maksud tidak berarti kaya raya bergelimang harta, tapi cukup. Allah mencukupkan segala sesuatunya. 

Kalau ada dari kita merasa dirinya miskin. Maka itu adalah sebuah penghinaan atas diri sendiri. Penghinaan kepada Yang Mecukupkan segala sesuatunya untuk kita. 

Sebab kita tahu bahwa setiap makhluk telah Allah cukupkan rezekinya. Apalagi kita sebagai manusia yang diberikan akal. Kalau kita masih merasa miskin, maka tengoklah jiwa itu.

Apakah kita senantiasa bersyukur? Apakah kita masih terus menerus merasa kurang? Apakah ada percikan iri atas rezeki milik orang lain?

Miskin itu urusan jiwa. Miskin itu sangat dekat dengan kekafiran. Maka hati-hatilah saat kita merasa miskin padahal kita memiliki begitu banyak hal. Kita dicukupkan atas kebutuhan kita. 

Dihari kedua Bulan februari dan masih dengan hujan yang sama

Senin, 23 Januari 2017

Tidak Mudah


Tidak mudah melawan diri sendiri, tidak mudah melawan kenyamanan untuk berjalan di jalan benar yang terasa menyakitkan, tidak mudah bangkit berdiri ketika kaki ingin dimanjakan, tidak mudah melawan hati yang biasa dimanjakan. Tidak mudah, dan celakanya seringkali kita harus melaluinya.
Kadang - kadang, tapi tidak selalu, kita tidak perlu banyak berpikir untuk memutuskan sesuatu. Karena terlalu banyak berpikir membuat kita ragu, berekspektasi atas akibat - akibat yang mungkin muncul membuat kita takut melangkah. Kadang - kadang, tapi tidak selalu, kita cukup harus menguatkan hati untuk mengambil keputusan, meski kita sendiri tidak tahu apakah sudah siap dengan konsekuensinya.
Bagaima jika keputusan itu berakibat menyakitkan? Sialnya, seringnya begitu. Bagaimana jika keputusan kita membuat kita banyak kehilangan atau ditinggalkan? Sialnya, kadang terjadi begitu. Tapi, kepada siapa lagi kita bersandar jika bukan kepada Dia yang menjadi niat awal kita memutuskan sesuatu?
Sakit itu akan ada akhirnya, entah melalui obat yang Dia kirimkan atau melalui kebesaran hati kita yang Dia hadiahkan. Berharap apa lagi lah kita dari - Nya, selain belas kasihan terhadap hati kita yang lagi -  lagi menderita sebab kesalahan dan dosa kita sendiri? Apa lagi yang bisa kita jadikan senjata untuk memohon bantuan - Nya selain rasa iba dan sayang - Nya pada kita?
Duh, Rabb, sungguh tidak mudah untuk belajar menjadi tegas terutama ketika dosa - dosa sudah melumuri keberanian dan menutup mata akan kebenaran jalan.
Duh Rabb, kadang - kadang membuat keputusan yang dianggap benar itu menyakitkan, konsekuensinya membuat menderita. Sedikit yang membuat hati merasa lebih baik mungkin adalah kesadaran bahwa derita itu pasti muncul karena dosa - dosa.
Duh Rabb, kasihanilah kami, orang - orang yang karena nafsu sendiri belum mampu menghindarkan diri dari dosa yang Kau benci. Duh Rabb, kasihanilah kami, yang untuk berbuat tegas dan benar saja harus tertatih - tatih penuh derita sebab sambil menyeret beratnya dosa.
Duh Rabb, kasihanilah aku..

Mataram, 24 Januari 2017

Minggu, 15 Januari 2017

  Setiap laki-laki ingin ditunggu, setiap perempuan ingin diperjuangkan, dan setiap hati ingin diterima.

Kamis, 12 Januari 2017

Cerpen: Asy syahidul hayy

“Ayah, sebenarnya saat kecil dulu aku punya satu cita-cita sebelum aku berubah haluan dengan berkuliah di bidang kedokteran.” Ucapmu tiba-tiba kepadaku yang duduk di samping kasur tempatmu berbaring.
.
“Benarkah? apakah cita-cita masa kecilmu itu?” Tanyaku menimpalimu.
.
“Dulu aku bercita-cita menjadi tentara. Tapi dengan kehendak Allah seperti saat ini, aku merasa beruntung mengubah haluan cita-citaku. Kalau tidak, mungkin aku akan menyimpan kecewa atas takdir Allah.” Jawabmu menjelaskan.
.
“Memangnya apa yang salah dengan cita-cita masa kecilmu itu?” Tanya penasaran.
.
“Karena salah satu syarat menjadi tentara tentunya adalah mempunyai fisik yang sehat dan prima. Satu syarat yang susah kupenuhi dengan kondisi seperti saat ini. Lalu kemudian aku beralih dengan berkuliah di bidang kedokteran. Kalaupun tak sampai juga karena kondisi saat ini, aku tak meninggalkan sesuatu apapun untuk disesali. Makanya aku merasa beruntung Allah menggerakkan hatiku beralih cita-cita, sehingga aku tak terlalu susah menerima takdirNya ini.” Ucapmu menerangkan alasan.
.
Aku sejenak tertegun mendengar ucapanmu itu. Allah mengaruniakanmu menjadi anak tunggal dari pernikahanku dengan ibumu. Kemudian di usiamu yang baru setahun berkuliah, Allah menghendakimu mengidap penyakit. Kau menderita Leukemia Limfosit Kronis. Penyakit yang sebenarnya lebih sering menyerang usia diatas 50 tahun. Dan yang menjadi lebih ironis bagiku dan ibumu, adalah karena kau sedang berkuliah di bidang kedokteran. Kau ingin jadi dokter yang membantu mengobati orang lain, tapi Allah menakdirkanmu sering berbaring di ranjang rumah sakit. Hampir genap tiga tahun sejak kau mengidap penyakit ini. Tapi aku beruntung mempunyai anak sepertimu. Kau begitu sabar sejak pertama kali mengetahui kau mengidap penyakit ini. Aku hampir tak pernah mendengarmu mengeluh dengan kondisimu ini.
.
“Mengapa tidak. Kau tentu bisa menjadi tentara bahkan dengan kondisi saat ini.” Jawabku kemudian diiringi keheranan yang tampak di wajahmu yang pucat pasi.
.
“Maksud Ayah?” Tanyamu heran.
.
“Kau bisa menjadi tentara. Tapi tentaranya Allah. Allah tak pernah meminta syarat pada bentuk dan kondisi fisik seseorang untuk menjadi tentaraNya.” Jawabku menebus keherananmu.
.
“Tapi amalku juga tak bisa sebanyak mereka yang memiliki kondisi fisik lebih baik dariku.” Jawabmu seakan lesu.
.
“Kata siapa? Di luar sana banyak sekali orang yang berfisik prima tapi lalai dari Allah. Sedangkan kulihat kau tak pernah putus dengan dzikir, tilawah dan ibadah-ibadah lainnya di tiap waktu.” Jawabku mencegah rasa pesimismu.
.
Kau tertegun mendengarkanku. Sesaat kemudian bibirmu bergumam pelan mengucap istighfar. Aduhai beruntungnya aku mempunyai anak shalih sepertimu.
.
“Jadilah tentara Allah dalam kondisi apapun. Jadilah bagian kafilah yang bergerak di bawah panji Rasulullah. Semua tentara Allah itu tangguh dan pakaiannya gagah. Mereka berjalan dalam barisan yang dipimpin Rasulullah yang paling tangguh dan gagah diantara semuanya. Tak ada yang kecewa jika menjadi tentara Allah. Tentara Rasulullah.” ujarku dengan menatap lekat ke kedua matamu.
.
Mendengarnya, kulihat matamu nanar. “Ayah, ceritakan padaku kegagahan Rasulullah dengan perlengkapan perangnya seperti sering kau ceritakan saat aku kecil dulu. Aku ingin menghadirkan gambaran kegagahan Rasulullah di kepalaku sebelum tidur malam ini.” Ujarmu meminta.
.
Lantas kugenggam jemarimu dan membenarkan posisi dudukku.
.
“Rasulullah memiliki beberapa pedang. Setiap pedangnya memiliki nama. diantaranya adalah Al Mathur, ialah pedang yang diwarisi dari ayahnya Abdullah. Selain itu ada Al Adb, Al Battar, Qal'i dan Al Qadib. Dan yang paling terkenal dan legendaris adalah Dzulfikar, seperti namamu. Pedang dengan dua mata ini dibawa Rasulullah ketika memasuki Makkah saat peristiwa Fathul Makkah.” Ujarku bercerita.
.
“Gagang hulu pedang Rasulullah terbuat dari perak. Pedangnya adalah jenis hanafiyyah. Dibuat oleh Bani Hanifah, pembuat pedang yang paling bagus dan halus. Begitu bagusnya pedang Rasulullah, banyak sahabat meniru bentuk pedang Rasulullah. Diantaranya adalah sahabat Samurah bin Jundub. Ibnu Sirin seorang tabi'in bahkan membuat pedangnya mirip dengan kepunyaan sahabat Samurah bin Jundub karena Ibnu Sirin tahu pedang Samurah mirip dengan pedang Rasulullah.”
.
“Selain itu, baju-baju besi Rasulullah juga memiliki nama. Beliau memiliki tujuh baju besi. Diantaranya adalah Dzatul Fudul, baju besi yang digadaikan beliau kepada seorang Yahudi dengan tiga puluh sha’ bahan makanan untuk makanan keluarganya. Selain itu ada Dzatul Wishah, Dzatul Hawashi, As Sa'diyyah, Fiddah, Al Batra’, dan Al Khirniq. Beliau juga memiliki helm yang terbuat dari besi yang bernama Al Muwashah.” Lanjutku bercerita.
.
Kulihat matamu terpejam. Sepertinya kau sedang membayangkan Rasulullah di kepalamu melalui cerita yang kusampaikan. “Gagah sekali Rasulullah.”  Ujarmu bergumam dengan tetap memejam mata.
.
“Anakku, tahukah kau ada baju besi yang lebih tangguh dari semua baju besi yang dimiliki Rasulullah itu?” Ujarku kemudian.
.
“Apakah itu?” Tanyamu ingin tahu.
.
“Bukan apa, tapi siapa. Dialah Thalhah bin Ubaidillah. Kepahlawanannya semerbak harum sepenjuru Gunung Uhud. Dia adalah baju besi yang melindungi Rasulullah di perang Uhud. Saat itu barisan pasukan Islam goyah tersebab ketidakdisiplinan regu pemanah. Pasukan musuh berhasil merangsek hingga hampir mendekati Rasulullah. Saat itu ada 11 prajurit Anshar dan Thalhah yang seorang Muhajirin. Mereka melingkar melindungi Rasulullah.” Ujarku bercerita.
.
“Lalu satu persatu prajurit Anshar gugur saat melindungi Rasulullah dari serangan musuh hingga tersisalah Thalhah satu-satunya yang berada dengan Rasulullah. Maka Thalhah pun memeluk Rasulullah dengan tangan kiri dan dadanya. Sedangkan tangan kanannya menebas-nebas serangan musuh dengan pedangnya. Sengit dan perih sekali serangan yang diterima Thalhah. Saat itu Rasulullah hendak naik keatas bukit untuk menyeru barisan pasukan muslim yang tergoyah karena kabar bahwa Rasulullah telah dibunuh. Tapi sulitnya keadaan saat itu, ditambah dua baju besi yang ia kenakan berlapis membuatnya terasa berat. Begitu susahnya hingga beliau terjatuh dan melukai wajahnya. Thalhah yang masih sibuk menghalau para musuh yang menyerang Rasulullah itu kemudian menggendong Rasulullah. Dia bawa Rasulullah ke puncak bukit. Kemudian ia kembali lagi bertarung dengan pasukan musuh.”
.
“Ketika Rasulullah berada di puncak bukit dengan selamat, Abu Bakar dan Abu Ubaidah yang berjarak agak jauh dari Rasulullah kemudian mendekati Rasulullah. “Tinggalkan aku, bantulah Thalhah!” Seru Rasulullah. Maka keduanya pun mencari Thalhah. Mereka menemukan thalhah terkulai diatas tanah, Badannya babak belur dengan lebih dari 80 luka di tubuhnya, dan jemarinya tangannya putus. Mereka berdua mengira Thalhah telah gugur. Tak lama kemudian Thalhah terbangun. Ternyata ia pingsan. Maka segeralah keduanya menolong Thalhah. Kepahlawanannya membuatnya mendapat julukan Asy Syahidul Hayy, Seorang syahid yang hidup. Rasulullah berkata, “Siapa ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah kematiannya, maka lihatlah Thalhah. Dan Wajib baginya surga.” Kepahlawanannya melegenda. Setiap kali para sahabat mengenang peristiwa Uhud, mereka berujar bahwa peperangan Uhud adalah milik Thalhah seluruhnya.“
.
“Itulah Thalhah. Perisai dan baju besi yang melindungi Rasulullah. Yang masih hidup namun telah bergelar syahid. Baginya, dijanjikan surga diantara 10 sahabat yang utama.” Ujarku mengakhiri cerita.
.
“Ayah, Aku ingin menjadi tentara Allah. Tentara Rasulullah. Seperti Thalhah yang menyerahkan seluruh tubuhnya terkoyak untuk melindungi Rasulullah.” Ucapmu sambil berlinangan air mata.
.
“Kau telah menjadi tentara Allah, Nak. Kau adalah tentara Allah.” Jawabku sendu sambil mencium keningmu. “Sekarang tidurlah. Bawa Rasulullah ke dalam mimpimu. Jadilah engkau perisai dan baju besi baginya.” Ujarku disambut senyum di sudut bibirmu.
.
Ditingkah gemericik hujan yang terdengar diantara jendela malam itu, kuajak ibumu mengambil wudhu. Di sudut kamar tempatmu tertidur diatas ranjang rumah sakit itu, kami mendirikan shalat. Kugenggam erat tangan ibumu yang duduk bersandar di sampingku seusai shalat. “Ya Allah, kuatkan kami.” Gumam ibumu lirih. Kurasakan air matanya membasahi pundakku. Aku dekap erat pundak ibumu. “Allah Maha Kuat, Zha. Allah Maha Kuat.” Ujarku masih mendekapnya.
.
“Diantara orang-orang Mukmin itu terdapat sejumlah laki-laki yang memenuhi janji-janji mereka terhadap Allah. Di antara mereka ada yang memberikan nyawanya, sebagian yang lain sedang menunggu gilirannya. Dan tak pernah mereka merubah pendiriannya sedikit pun juga!” (QS Al-Ahzab: 23)

Mataram, Jumat 13 Januari 2017

#cerpen #Asy syahidul hayy #jumuah mubarak