Selasa, 29 November 2016

Kalau nikmat hanya dihitung berdasarkan rupiah yang didapat, maka dunia semakin dirasa tak adil bagi mereka yang kumpulan rupiah tiap harinya di bawah standar 'normal' pemerintah.

Kalau Rizki dihitung hanya berdasarkan jumlah tabungan yang dimiliki maka dunia semakin menyesakkan bagi mereka yang penghasilannya selalu habis untuk kebutuhan sehari-hari.

Maka nikmat dan Rizki sudah barang tentu tidak bisa disetarakan dengan uang. Nikmat dan Rizki adalah apa-apa yang kita rasa dan kita dapat dari Allah.

Allah, maafkan kami, hamba-mu yang lebih sering lalai terhadap nikmat dan rizki-Mu..
Allah, mudahkan kami agar lebih peka merasakan segala kenikmatan dari-Mu..

*Dalam perjalanan menuju pulang, melihat mereka mengais-ngais sampah hingga menjadi rupiah. Dan aku, merasa tak yakin, mereka yang harus dikasihani. Kemungkinan besar aku, yang harus mengasihani diri sendiri; menolong jiwa yang sering tidak peka*

Sabtu, 26 November 2016

PUISI: Kupu-kupu, untukmu (sudah sampai 'kah?)

Semalam aku menitipkan setoples penuh berisi kupu-kupu kepada angin
Aku mengirimkannya untukmu,
Sudah sampai?
Aku berpesan kepada angin, "tolong sampaikan kupu-kupu ini ke hatinya yaa, pastikan memenuhi semua ruangan disana"
Angin lalu bertanya, "kupu-kupu sebanyak dan secantik ini untuknya? Untuk apa?"
Aku tersenyum, "agar kupu-kupu itu terbang di hatinya, mengepakkan sayap dengan lembut, untuk menenangkan hatinya yang sedang bergemuruh"
Kemudian angin pergi sambil melongos, "aku iri padanya"
Aku tertawa
Kupu-kupunya sudah sampai kah?  Jumlahnya cukup banyak, ada 100, karena aku tahu hatimu besar, cukup luas untuk aku singgah kan?
Semoga kepakan sayapnya bisa menghembuskan sedihmu yaa, agar yang tersisa hanya tenang
Aku juga memesan kupu-kupu dengan spesifikasi khusus
Sayap-sayapnya berwarna-warni, dan akan luntur jika terkena air
Agar ketika hatimu mendung dan akhirnya gerimis, warna-warni itu akan menjadi noktah-noktah cantik
Melukis awan biru dan mencipta pelangi tujuh warna di hatimu
Agar mendungmu hilang
Agar cuaca buruk dalam hatimu membaik
Kupu-kupunya, sudah sampai kan?
#Puisi #kupu-kupu #Random

Rabu, 23 November 2016

"Sabar adalah senjata terbaik selain sholat, dan ikhlas adalah kemenangan terbaik selain iman"

--suatu saat, kehilangan, kesedihan, luka, amarah, perih, dan ketidak adilan di dunia memiliki caranya sendiri untuk bersaksi di akhirat bahwa tuannya sudah bersungguh-sungguh mencoba untuk meletakkan Tuhan di atas segalanya.

Asal sabar, asal ikhlas...

Kamis, 17 November 2016

Bisnis dan Kapitalisasi Aurat


Sebelumnya, saya memohon maaf jika mungkin tulisan saya menyinggung. Saya tidak bermaksud menyinggung siapapun, hanya ingin menceritakan sesuatu yang semoga menjadi pengingat bagi saya sendiri khususnya sebagai muslimah sekaligus sebagai (calon) pengusaha in sya Allah. Cieee…
Kita hidup di jaman di mana hijab menjadi sebuah trend. Menutup aurat bukan lagi sebuah keanehan dan perempuan berpakaian syar'i sudah menjadi pemandangan familiar. Sekitar belasan tahun ke belakang, menutup hijab adalah hal yang janggal, aneh, dan seringkali di larang.
Kemudian kebutuhan akan hijab menjadi meningkat di masyarakat. Bagi orang - orang yang bisa melirik peluang, bau uang sudah tercium dan pasar hijab, saya juga pernah mencoba bermain di dalamnya dulu dan akhir-akhir ini, and seriously, menjanjikan! Kata seorang customer desain saya yang mantan direktur marketing salah satu perusahaan hijab (syar’i) lokal terbesar di Indonesia, justru karena banyaknya saingan, itu menandakan bahwa pasar hijab begitu banyak. Jika tidak ada peluang pasar di dalamnya, tidak mungkin pengusaha - pengusaha merambah ke dunia itu. Tentu saja, perdagangan hijab berkelas - kelas, dari kelas Pasar Baru dan Gasibu hingga Saphira atau Zoya. Dari yang setipis saringan air hingga yang syar’i seperti milik Rabbani atau Nibras Hijab.
Banyak hal positif dari bisnis hijab. Muslimah - muslimah Indonesia tidak lagi kesulitan menutup aurat. Simbiosis mutualisme antara produsen dengan masyarakat bukan?
Saya tidak akan membicarakan hijab, tapi lebih kepada bisnis kecantikan lain yang berawal dari populernya hijab.
Ceritanya, hari Selasa lalu dalam mata kuliah Design Thinking, kami diminta presentasi mengenai branding bisnis atau rencana bisnis kami masing - masing. Salah satu teman saya mempresentasikan bisnisnya yang berupa kerudung printed. Scarf printed memang sedang populer, terutama jika desainnya dari brand terkenal seperti Ria Miranda. Motifnya biasanya bunga - bunga, dengan warna pastel yang syahdu, manis sekali walaupun saya tidak pernah ingin mengenakannya. O ya, karena printing kain masih mahal sekali, yang saya tahu, hijab printed biasanya berukuran kecil kecuali dari brand milik Gaida.
Saya hanya fokus pada teknis dan proses brandingnya ketika  Profesor kami dengan agak sungkan bertanya, “saya ingin bertanya pada kalian yang berhijab di sini. Hijab itu kan untuk menutupi aurat ya, nah kerudung bercorak warna warni gini kan membuat perempuan jadi cantik dan memikat banyak laki - laki. Itu gimana ya, bukankah hukumnya justru tidak boleh demikian dalam Islam? Saya tidak tahu ini ya, tapi bahkan brand W**d*h juga membuat seakan perempuan tuh harus (dandan) cantik, begini, begitu.”
Terus terang saya merasa ditampar. Hal ini membuat saya berpikir lebih jauh lagi. Pengusaha kebanyakan akan melihat kecantikan yang seakan Islami dari sisi peluang. Serius deh, saya juga pernah bekerja di perusahaan kosmetik yang disebutkan dosen saya itu (walaupun saya tidak mengerjakan project decorative, tapi skin care). Bisnis muslimah adalah pasar besar yang dilirik banyak orang. Di sana kita bisa jualan apa saja, asal brand ambasadornya berhijab dan ada label halal, seakan - akan semuanya sudah memenuhi syarat menjadi muslimah.
Wardah adalah yang mengawali penjualan kosmetik dengan label halal, dan memang tujuannya demikian, memberikan garansi dan rasa aman pada santri yang ingin merawat kulitnya (merawat kulit, bukan berhias) karena banyak kosmetik yang tidak halal bahkan najis. Di jaman ini, semuanya bergerak sesuai dengan perkembangan pasar dan bisnis. Banyak brand kecantikan kemudian ikut-ikutan menggunakan label halal dengan bintang iklan berkerudung demi menarik minat pasar muslimah, padahal belum tentu secara syariah yang dipamerkan di televisi dan media itu diperbolehkan.
Tentu saja, bisnis yang mendukung muslimah ini banyak manfaatnya. Kita jadi mengerti bagaimana harus berpenampilan baik, kita jadi mudah merawat diri, dan yang jelas ini adalah ladang rejeki bagi banyak sekali orang dan bidang.
Yang menjadi kontroversi adalah ajang Putri Muslimah, yang diprotes banyak orang karena membawa nama muslimah tapi memamerkan kecantikan di depan khalayak. Sponsor memberinya sponsor bukan karena mendukung kegiatan tersebut, tapi karena takut kesempatan menjadi sponsor direbut oleh kompetitornya. Lagi lagi kepentingan marketing.
Saya sendiri bukan yang sudah mengenakan hijab syar’i (semoga suatu hari nanti), saya juga masih sering berhias dan berdandan, karena begitulah kecenderungan wanita : ingin berhias dan terlihat cantik. Bagi saya, sulit sekali mengenyahkan nafsu ingin kelihatan cantik. Barangkali banyak perempuan juga begitu.
Lalu apa ujung dari tulisan ini? Sebenarnya lebih kepada mengingatkan diri sendiri dan barangkali teman - teman yang mengamati hal yang sama, bahwa kita perlu lebih berhati - hati. Dalam jaman yang begitu dinamis dan kapitalis, banyak sekali produk yang dengan mudah akan memuaskan nafsu kita berhias. Saya sendiri masih kebayang - bayang untuk membeli lipstik warna merah menyala. Tentu saja perempuan boleh berhias, tapi dengan batasan - batasannya. Dan batasan ini sesungguhnya mutlak sesuai tuntunan agama, namun pengaplikasiannya begitu relatif sesuai dengan yang mau kita percaya.
Duh, pada akhirnya, tulisan ini mengkritik diri saya sendiri yang kerap tidak peduli bahwa apa yang saya kenakan jauh dari kewajiban muslimah.
Sekali lagi saya mohon maaf jika ada yang tidak sepakat. Kita bisa berdiskusi di belakang, karena fenomena bisnis muslimah ini sangat menarik bagi saya.
Wallahualam Bissawab.


(Via JagungRebus)

Rabu, 16 November 2016

Ambisi Perempuan

Wahyu: Apa perempuan itu nggak punya ambisi?

Aira: Perempuan yang mana?

Wahyu: Itu, yang waktu mahasiswa aktif sekali kemana-mana, yang waktu kerja passionate sekali, tiba-tiba setelah menikah, melempem.

Aira: Emang ada, tapi nggak semua, kan? Lagipula apa salahnya selama di dalam rumah dia baik-baik saja?

Wahyu: Ya, memang dia jadi fokus sekali dirumah. Foto-foto anak setiap detik macam kurang kerjaan aja.

*Wahyu dan Aira tertawa*

Aira: Aku paham maksudmu, tapi begini Yu, beberapa waktu lalu aku kepikiran. Aku menemukan banyak laki-laki yang (berusaha)  bertanggung jawab itu selalu gila kerja. Ambisius. Berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya, berusaha mengeluarkan tenaga sampai penghabisan untuk menjadi berguna. Jadi, apa salahnya ketika perempuan memilih berusaha menyediakan waktu untuk menunggu dan menyambut laki-laki dalam keadaan terbaiknya, tanpa harus merasa sama-sama capek dengan pekerjaan di luar? pada akhirnya setiap petualang butuh tempat pulang, kan? 
Biarkan perempuan itu manjadi rumah terbaiknya, untuk bisa memberi apa saja, membalas kebaikan laki-laki yang sudah memeras keringat begitu rupa..

*Ambisi perempuan (atau cuma kamu, in?😁)

Sabtu, 12 November 2016

Hidup Sebagai...

kalau kita lahir tidak sebagai muslim,  kiranya bagaimana?
Kalau kita tidak lahir di negeri ini, kiranya bagaimana?

Bagi saya, kenikmatan terbesar adalah iman. Dari milyaran manusia yang telah lahir sejak Nabi Adam hingga hari ini, kita terpilih lahir sebagai muslim.
Dimanakah letak kesedihannya?

Dan di bumi yang luas ini, kita ditakdirkan lahir di negeri bernama Indonesia. Negeri yang kabarnya memiliki penduduk beragama islam terbesar. Kita hidup ditengah begitu banyak paradoks di negeri ini.  Apa yang agama kita ajarkan, sering tidak kita temukan di lapangan. Apa yang agama kita tuntunkan, sering kita temukan orang melanggar dengan tenang. 

Lalu, bagaimanakah baiknya kita menjalani hidup sebagai seorang muslim yang tinggal di negeri ini?

Kita dihadapkan ujian yang berbeda dengan ujian yang tengah dialami saudara kita di Timur Tengah, Palestina, Eropa dan belahan dunia yang lain. Kita diuji oleh pemimpin yang dzalim, kita diuji oleh sesama muslim yang saling menuduh, kita diuji oleh teman-teman terdekat kita sendiri.

Sering rindu, bagaimana rasanya hidup di zaman kenabian. Bisa bertemu dan melihat Rasul, bisa bertanya bila ada ragu, bisa mendengar nasihat-nasihatnya dari mimbar, bisa berdiri sebagai makmumnya ketika berjamaah, bisa terjun perang bersama melawan kedzaliman.

Kini, kita tengah diuji dengan ujian yang bertubi. Kalau niat kita hanya untuk menyelamatkan diri sendiri, rasanya hidup sebagai muslim tidak pernah mengajarkan untuk masuk surga sendirian. Luruskan niat dalam setiap perjuangan. Luruskan niat dalam setiap tindakan.

Hari ini, kita tengah sibuk melawan.  Jangan lupa membantu tetangga yang kelaparan, jangan lupa peduli kepada yang dekat. Hari ini kita jengah dengan keadaan. Jangan lupa. Jangan lengah...

5 November 2016

Minggu, 06 November 2016

Yang Mencintaimu, Tak Akan Menyalahkanmu

Dan jika kita berfikir bahwa hujan itu merugikan. 
Hilangkan ego kita.
Karna jauh ditempat kita berdiri ada para petani yang sedang menari-nari,  menyambut hujan dengan suka cita.
Karena jauh dari batas jarak pandang kita,  ada orang-orang yang menantikannya begitu lama.
Karena jauh menembus urusan perasaan,  ada orang yang sengaja mencari pasangannya, untuk berpayung berdua,  agar bisa saling mengeratkan hati. 
Jika kita fikir hujan merugikan,  mungkin itu  karena kita tidak pernah berusaha menikmatinya.
Bagaimana kita memaknai anugrah dari semesta ini,  kenapa masih terdengar umpatan dari tengah jalan Raya ketika hujan jatuh membasahi setiap inci aspal hitam?
Selalu ada bermacam suara dibalik setiap tetes hujan yang jatuh dari awan kelabu.  Suara-suara itu melebur baur menjadi rangkaian simfoni. Temponya mengalun mengikuti derasnya setiap tetes yang jatuh. Hujan bernyanyi sesuai hati pendengarnya, kau tau?
Aku selalu suka saat hujan turun. Selain aromanya yang menenangkan, ada saja yang kerap hadir di benak,  seperti saat ini. Entah kenapa aku sedih mengetahui beberapa orang kerap mengumpat pada hujan yang turun. Hujan datang untuk menyegarkan lelah kita.
Tiap tetesnya bukan hanya menyirami bumi yang kering,  tapi juga jiwa yang letih dan penuh dahaga. Di bawah guyuran hujan aku selalu merasa bahagia.  Aku hanya berani menerka alasan mereka mengumpat.  Banyak tanda tanya yang kudapat namun tak satupun menemukan jawaban.
Seringkali memang begitu ya,  tak semua tanya menemukan jawaban.  Pun tak semua jawaban sesuai dengan ekspektasi. Yang selalu aku ingat dari hujan adalah mereka yang selalu gemar mengandingkannya dengan syair-syair rindu. 
Sebegitunya kah hujan membawa kabar akan rindu?
Hujan tidak hanya membawa rindu.  Pejamkan saja matamu ketika ia datang,  resapi dalam-dalam maka kamu akan dipeluk olehnya hingga terlelap. Ia juga mendatangkan berjuta inspirasi bagi yang mengenalnya dalam-dalam.  Tidak percaya?  Lakukan saja.
Aku percaya. Aku percaya akan kata-kata itu seperti aku percaya bahwa hujan membawa banyak berkah bagi penduduk bumi. Semoga rutukan yang datang ketika hujan singgah kalah oleh kita yang masih terlalu suka saat hujan turun.. :)
Beginilah caraku memandang hujan
Mataram dan hujan malam ini,
05 November 2016

Kamis, 03 November 2016

Iman

Kenapa kita takut miskin padahal kita diciptakn oleh Yang Maha Kaya?

Kenapa kita takut tidak brhasil padahal segala daya & upaya hnya milik Allah?

Kenapa takut tidak bertemu jodoh padahal kita diciptakn berpasang2an?

Kenapa kita takut keluar dari zona nyaman padahal kita diciptakan oleh Yang Maha Melindungi setiap langkah & gerak gerik kita?

Sebenarnya,  yang kurang bukn nikmat Allah,  bukan juga karunianya.
Yang kurang adalah iman kita. Kurang yakin kepada Allah.

Padahal, Allah tidak suka diragukan.
Jadi.. Jangan risau, ada Allah :)