Senin, 22 Juli 2019

“Jika Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, mengapa Allah menciptakan Neraka?”

“Jika Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, mengapa Allah menciptakan Neraka?”
Pertanyaan diatas adalah pertanyaan yang sering saya dapatkan dari orang yang belum mengenal dirinya, untuk apa ia diciptakan dan belum “mengenal” Siapa Penciptanya.
Jawabannya, Allah Ta'ala menciptakan neraka, bukan berarti Dia benci ataupun zhalim kepada hamba-Nya, justru itu sebagai salah satu tanda bukti Maha Adilnya dan tanda Allah Maha Penyayang.
Kenapa?
Karena manusia butuh diatur dan dijaga dari ketidakmampuannya dalam mengenal kebebasan. Orang-orang beriman tahu bahwa ada rahmat dan azab, dan seseorang hanya mendapatkan salah satu darinya (entah itu rahmat atau azab). Jadi, dia akan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari azab Allah dan mendekatkan dirinya menuju rahmat dan kasih sayang-Nya, dengan berusaha menjauhi perbuatan-perbuatan buruk ataupun zhalim dan sesat.
Orang yang beriman mematuhi batasan-batasan Allah Azza Wa Jalla, menjauhi larangan-Nya, dan mencari ridha Allah dengan sebaik mungkin. Dia tahu bahwa hal ini akan menyelamatkan dirinya dari azab Allah di akhirat.
Sekarang saya ingin bertanya, adilkah Allah apabila Dia membiarkan manusia begitu saja, melakukan kemaksiatan, kejahatan kepada sesama dan apapun yang mereka mau tanpa adanya “balasan” berupa siksa neraka jika tidak bertaubat sebelum ajal menjemput?
Lalu semua masuk Surga, baik yang taat maupun yang tidak?
Allah Ta'ala dibanyak ayat selalu menyatakan bahwa sebaik-baik orang yang berdosa adalah bersegera bertaubat, agar ia mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya. Tiada lain agar manusia hidup dengan “teratur”, karena manusia tentu tidaklah sama dengan binatang, yang hawa nafsu dan syahwatnya dibiarkan tanpa penjagaan dan tanpa aturan.
Tidak terbayang jika Allah Ta'ala tidak menciptakan neraka, manusia sebejat apapun bebas dari hukuman. Tuhan seperti itukah yang dirimu mau?
Hal ini juga ditegaskan-Nya dalam Al-Qur'an
وَمَا أَنَا بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ
“Dan Aku tiadalah akan melakukan kezhaliman kepada hamba-hamba-Ku.” (QS. Qaf :29)
Laa hawla wala quwwata Illa billah. Wallahu waliyyut taufiq.

Ujian Perasaan

Kita semakin tumbuh dari hal-hal yang membuat kita patah. Kita semakin bijaksana dari apa-apa yang membuat kita kecewa. Dan kita semakin kuat dari kejadian yang membuat kita lemah. Bersabarlah, kita diuji untuk menjadi lebih baik.
Setiap sedih dan kecewamu tidak meminta untuk dipahami saat ini. Terkadang ia hanya ingin diakui dan diterima keadaannya.
Bersabarlah, meski bebanmu sekarang terasa sangat berat. Jangan dulu menyerah meski kamu sudah tidak mengerti apa yang harus kamu lakukan.
Bertahanlah sejenak, meski menahan perasaan membuat dadamu terasa semakin sesak. Teruslah berjalan meski langkahmu sudah terasa sangat perih.
Kelak suatu hari nanti kamu mampu melihat jalan ceritamu dengan utuh dan lebih jernih. Bersama rasa syukurmu terhadap setiap rencanaNya menyelamatkanmu.

Jumat, 05 Juli 2019

Tiap-tiap dari kita memang punya bab rahasia yang jalan ceritanya hanya kita sendirilah yang tahu. Bab rahasia, yang juga tersimpan di ruang rahasia yang hanya kita sendiri yang tau letaknya. Selamat menyimpan lebih banyak rahasia, Aku.


Bandingkan Aset Djarum, Sampoerna dengan Gontor dan Muhammadiyah ?



Anda kagum dengan aset Djarum, Sampoerna, dll? Izinkan saya menyampaikan sesuatu.
64 tahun yang lalu, setelah Buya Hamka bekerjasama dengan Yayasan Al-Azhar Indonesia, kini telah memiliki 150 cabang masjid di Indonesia, belum lagi aset sekolah-sekolahnya: sekarang hampir di tiap provinsi ada Sekolah Al-Azhar. Siapa orang kaya di Indonesia, yang asetnya sebanyak dan semanfaat Al-Azhar?
90 tahun yang lalu setelah sang kiai menyerahkan seluruh tanahnya, dirinya, bahkan anaknya yang masih dalam kandungan, diwakafkan untuk agamanya, 90 tahun kemudian GONTOR punya 20 cabang dan 400 pondok alumni tersebar di seantero nusantara bahkan ada yang di luar negeri. Saya tidak tahu berapa ratus triliun asetnya. Bermula dari tiga orang bersaudara. Sebutkan kepada saya, orang Indonesia dari penjajahan hingga sekarang, yang asetnya sebanyak beliau? Baik secara nilai aset maupun secara manfaat.
Muhammadiyah? Jangan ditanya. 104 tahun yang lalu. KH, Ahmad Dahlan pernah keluar rumah, mengumumkan kepada semua orang, siapa saja yang mau membeli seluruh perabotan yang ada di dalam rumahnya, karena beliau kekurangan dana untuk menggaji guru-guru sekolah Muhammadiyah.
Kini, 104 tahun kemudian Muhammadiyah telah memiliki 10.000 lebih sekolah mulai dari PAUD hingga SMU, 170 lebih universitas, 104 rumah sakit, yang pemerintah Indonesia baru punya 48 rumah sakit vertikal, 300 klinik, 10 Fakultas Kedokteran, 700 dokter dikeluarkan setiap tahunnya. Dan hampir 1000 Triliun nilai aset Muhammadiyah yang baru bisa terhitung dalam bentuk barang dan masih banyak lagi yang tidak terhitung. Maaf, saya belum update data terbaru amal usaha yang dimiliki ormas ini
NU? Ia sangat mengakar dan berbasis pada pesantren. Jangan tanya jumlah, karena yang pasti sudah tidak bisa dihitung lagi, meskipun data di Kemenag ada sekitar 27 ribu pesantren. Tapi, saya yakin lebih dari jumlah itu. Hampir semuanya tumbuh kembang dari wakaf-wakaf umat, mulai dari wakaf tanah 1 m, hingga ratusan hektar.
NU pun sejak satu dasawarsa terakhir ini giat membangun sekolah-sekolah modern, rumah sakit dan perguruan tinggi. Saya yakin dalam 20 tahun mendatang akan tumbuh ratusan perguruan tinggi dan rumah sakit NU di tanah air. Belum lagi jika kita bicara masjid-masjid yang dikelola ormas Islam yang didirikan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari ini, berapa nilai asetnya? Yang pasti akan fantastis.
Ada satu contoh lagi yang perlu kusebutkan di sini: Pesantren Darunnajah Jakarta, salah satu pondok alumni Gontor yang moncer. Baru-baru ini, dalam rangka miladnya yang ke-54 ia kembali mewakafkan tanah seluas 602 ha atau senilai Rp. 1,6 Triliun. Sebutkan padaku, siapa yang berani melepas asetnya sebesar 1,6 T dan diwakafkan pada umat? Gila? Tidak! Aku bahkan menyebutkan sangat waras! Saat banyak orang kaya menghamburkan triliunan rupiah untuk judi dan politik, sebuah pesantren berusia 54 tahun kembali mewakafkan angka yang fantastis.
Tahun 2015, aset tanah wakaf Darunnajah mencapai 677,5 hektar yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia seperti di Riau, Kalimantan, Bandung, Jakarta, Bogor, Banten, Lampung, Bengkulu, dan lain-lain. Seperti induknya, Gontor yang tanah wakafnya telah mencapai ribuan hektar, dan juga mengelola unit usaha yang beragam.
Woouw, pesantren seperti perusahaan ya. Asetnya fantastis. Bedanya, pesantren berasal dari wakaf, perusahaan dari modal. Kalau begitu, berarti umat Islam ini umat yang besar dan kaya dong? Betul sekali! Yang luar biasa dengan aset yang fantastis itu, kiai pendiri, pengasuh dan keluarganya tidak memiliki satu sen pun, karena telah diwakafkan. Ada garis tegas pemisahan harta pribadi dengan harta pondok.
Maka, jangan under-estimate, bahwa pesantren tidak bisa apa-apa. Itu penilaian orang yang tidak paham, atau memang tidak mau paham.
Tazakka, 6 tahun yang lalu hanyalah hamparan tanah kosong yang tak berpenghuni. Dulu, ia adalah sebuah kebun cengkeh milik kakekku, hanya 1,6 ha luasnya yang setelah wafatnya pada 1988 nyaris tak terurus dengan baik. Tahun 2009, aku tekadkan untuk mengubahnya menjadi “kebun manusia”; bukan lagi cengkeh yang akan dipetik, tapi manusia-manusia masa depan yang akan dipanen, 10, 20, atau 30 tahun yang akan datang, bahkan, ya Rabb, mungkin satu abad, atau 10 abad seperti Universitas Al-Azhar di Kairo itu, tempatku dan adik-adikku nyantri.
Kini, wakaf Tazakka terus berkembang: tanah telah menjadi hampir 10 ha, masjid, gedung-gedung asrama santri, ruang-ruang kelas, aula pertemuan, dapur umum santri, kamar mandi, lapangan olah raga, perpustakaan, dan lain sebagainya. Ya Rabb, bisakah seperti Al-Azhar di Kairo, atau Gontor di Ponorogo? Ya Rabb. Entah, apakah aku masih hidup menyaksikannya ataukah aku telah tenang di alam kubur. Ya Rabb.
Buya Hamka seandainya masih hidup, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari dan juga Kiai Ahmad Sahal, Kiai Fannanie dan Kiai Imam Zarkasyi, mungkin tidak pusing dengan tax amnesty, karena mereka punya rekening gendut di akhirat dan di dunia, biasa-biasa saja. Sementara yang punya rekening gendut di dunia, pusing di akhiratnya, pusing pula di dunianya.
Seperti yang saya ketahui ada sebuah Hadis Nabi yang intinya: “Ada malaikat Allah yang siap mendoakan orang-orang yang ikhlas di jalan Allah yang tak terhitung jumlahnya.”
Itulah jalan kemuliaan para ulama kita terdahulu. Mereka tidak saja mewariskan nilai-nilai kehidupan, tetapi juga mewariskan peradaban. Lalu, pertanyaannya, apa yang sedang dan akan wariskan kepada generasi yang akan datang?
Maka, para ulama kita itu abadi hingga kini. Setidaknya, nama, foto dan silsilahnya masih segar di ingatan seluruh umat dan bangsa ini. Dengan begitu, mereka selalu didoakan. Duh, nikmatnya mereka, tiap saat kuburnya basah dan _jembar_ (lapang) karena kiriman doa-doa umatnya yang terus-menerus tiada henti. Bisakah kita kelak seperti mereka? Ya Rabb!
Itulah jalan wakaf, membentang ke depan tak berujung. Wakaf itu seperti –meminjam istilah Taufik Ismail– “Sajadah Panjang”, tempat kita menghamparkan diri berinvestasi untuk akhirat yang abadi. Harta yang kita wakafkan tidak hilang, tapi tersimpan dalam rekening akhirat. Ibarat sebuah transaksi di bank, para malaikat itulah yang bertugas sebagai teller-tellernya.
(Ust. Ihsan Zainuddin Lc MS.i).

Rabu, 03 Juli 2019

Rezeki dan Ujian Keimanan


“saat orang seusia kita udah kerja, bisa punya duit sendiri, ngasih sebagiannya buat keluarga, kita masih gini gini aja. Masih sekolah, ngurusin IPK, ujian ga kelar-kelar, jodoh yang belum datang.” ujar seorang sahabat baikku sore ini, selepas kami berbuka seusai mengejar deadline puasa Syawwal yang jatuh tempo hari ini.
Aku tertawa pelan, “ujian keimanan ini namanya Bos. Bukannya belum kerja aja ALLAH masih terus kasih kita rezeki? Bisa makan ini itu, bisa belajar.” dan kalimatku pun berhenti disini.
Malam ini aku merenung, sebelum jatuh dalam tidur lelap. Betapa memang Rezeki itu Kuasa ALLAH. Bahkan besok lusa jikapun sudah bekerja dan dari kerja itu kita mendapat rezeki berupa gaji, rasa rasanya terlalu sombong bila kita mengatakan bahwa rezeki itu bersebab kerja keras kita.
Maka persoalan rezeki, selayaknya ujian keimanan bagi diri saya sendiri. ALLAH Sang Maha Pemberi, telah memberikan begitu banyak nikmat-Nya. Dan semoga semua rezeki yang ALLAH berikan menjadi sebab pintu kebaikan demi kebaikan terbuka untuk kita lakukan menjadi amal sholeh. Aamiin…
Jangan risau, soal rezeki, ALLAH yang sudah jamin.
Semoga risaunya kita, menjadi risau tentang amal apa yang ALLAH ingin kita lakukan.
Semoga risaunya kita, adalah tentang kebaikan apa yang ingin kita haturkan yang terbaik untuk ALLAH atas segala nikmat yang telah kita terima.
Semoga risaunya kita, adalah menjadi sebaik baik hamba di mata ALLAH…aamiin…