Dalam sebulan
terakhir ini aku bersyukur sekali, sebab namaku masuk kedalam daftar undangan
hari penting mereka, iya mereka; laki-laki dan perempuan yang dalam moment
special itu duduk bersanding, berdua, dengan pakaian yang semoga akan
dikenakan sekali sepanjang hayat.
Menyenangkan
sekali aku diberikan kesempatan sebagai saksi dari sebuah janji yang teramat
suci, janji ‘penyerahan diri’ pada masing-masing diri kepada yang terpilih. Ada
sebuah ‘debar’ disana, hari yang mampu menghipnotis orang-orang disekitarnya
hingga mampu membuat tersenyum, gembira, penuh canda tawa, dan suasana yang
penuh dengan kebahagiaan, aku menyaksikan dan merasakannya.
Selalu merasa
takjub, dengan mereka yang akhirnya mengambil langkah ‘pemutusan ego’, memilih
menyerahkan sisa usia kepada belahan jiwa. Sebab tak semua Hamba Allah
anugrahkan perasaan itu dan juga keadaan itu.
Terlalu
banyak rasanya kisah yang aku dengar tentang bagaimana ‘terjal’ dan tak
mudahnya mendaratkan diri pada posisi yang bernama pelaminan, sehingga sering
melahirkan rasa meringis, terenyuh bahkan tak menyangka. Ya, jalan itu begitu
tak terduga, jalan seseorang mengatakan ‘iya’
pada yang lain.
Pernah suatu
ketika, kami duduk dan berbincang; tidak hanya perempuan, perbincangan yang
rasanya begitu menjadi ternding topic pada kami yang akan memasuki usia
25an; menikah, calon pendamping, dan ‘kesendirian’. Aku tertarik sekali ketika
kami yang notabene memiliki prinsip tak berpacaran ini berbicara, satu
sama lain, tentang keyakinan dalam kepasrahan yang mungkin menurut mereka cukup
‘memprihatinkan’ atau danger atau
bahkan begitu rahasia. Saat itu porsi yang jomblo begitu mendominasi; laki-laki
dan perempuan, mereka berbicara tentang usia yang memang sudah selayaknya untuk
menikah, berbicara satu sama lain, dan aku mendengarkannya.
Ternyata tak
semudah itu untuk mereka yang tau tentang ‘kesendiriaan’ masing-masing
memutuskan untuk mencoba atau bahkan mengatakan ‘iya’ pada yang lainnya,
seperti ada sekat yang bernama kriteria dan keinginan di masa depan diantara
meraka. Namun, bolehkah aku menambahkannya satu hal? Sebut saja ia sebagai
‘kecondongan hati’.
Terdapat
kerja ajaibnya Allah disana, ketika Ia dengan mudahnya menautkan satu hati kepada
hati yang lainnya sehingga dia dan dia megatakan ‘iya’ untuk bersama-sama
mempercayakan sisa usia. Mungkin ini juga yang menjadi sebab mengapa aku selalu
antusias menghadiri moment special mereka, sesederhana apapun, kapanpun,
sebab aku selalu merasa penasaran bagaimana ‘jalan’ Allah mencondongkan hati
mereka..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar