Jumat, 22 April 2016

Akan Seperti Apa Nanti?



Sore ini langit dan bumi begitu riuh dengan riak-riak rahmat yang turun dari atas menghempas tanah dan dedaunan, aku menengadah, memejamkan mata, menghirup udara basah dengan leluasa, fabiayyi alaa irobbikuma tukadziban
Hari ini tak seperti waktu itu, hanya melihat ia menggeliat di balik jendela, aku menyandarkan diri pada sebuah kursi dan menetap disini. Ragaku mungkin terlihat diam, hanya duduk menatap langit yang menjatuhkan bulir-bulir cinta dari Nya, namun tak begitu dengan pikiranku. Mereka seolah begitu menggeliat dalam benakku, wajah-wajah itu bermunculan satu persatu, dengan apa yang telah mereka lakukan, apa yang telah aku lakukan untuk mereka, dan tentu saja tentang kami yang berada pada ‘naungan atap’ ini.
Aku setuju bahwa ilmu adalah cahaya yang berpendar dan menghiasi pemiliknya, memberi pencerahan pada ruang-ruang yang gulita dan mata sebelum terbuka. Aku juga sepakat bahwa membagikannyapun laksana memberi ruang atau jalan bagi yang lain, selain mengokohkannya pada pemiliknya. Namun terkadang ‘memberikan jalan’ itu tak semudah ekspektasi dalam batok kepala, ketika inginnya begini dan begitu, harusnya begini dan begitu, kemudian yang lain berkata ‘ini’ dan ‘itu’ kemudian bla bla bla .. Apa yang harus aku lakukan? Perjalanan memang tak selalu mudah, ada ketulusan yang harus mengalahkan ego disana.
Maka ‘akan seperti apa nanti?’ Tentu suatu pertanyaan yang hampir sama dengan ‘apa yang sudah kau lakukan hari ini?’
Sebab keimanan menuntut pemiliknya untuk terus memberi sebanyak-banyaknya, bermanfaat seluas-luasnya, maka hati, jangan pernah lengah dan jangan pernah lelah, sebab Allah besertamu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar