Jumat, 14 November 2014

sepatu (siklus)



Ketika malam mulai menyapa, langit biru berteman awan putih berubah layaknya asap yang keluar dari cerobong, terlihat begitu gelap meski aku tahu, langit malam tak pernah sendiri, selalu berteman gemintang dan rembulan cantik, seperti ketika pagi menyapa, langit menunjukkan dirinya yang lain. Akupun tahu kalau perguliran antara siang dan malam sejatinya adalah siklus, siklus yang masing-masing memiliki agenda, sibuk.
Atau seperti setiap helai daun yang jatuh dari dahan yang menopangnya, menyatu dengan tanah dan dahan memiliki dedaunan yang baru, terus begitu, yang ku tahu itupun sebuah siklus yang harus dijalani sebuah pohon, dan yang ku yakini bahwa daun tak pernah membenci dahan.
Hidup adalah siklus, siklus yang menyuguhkan manis, pahit, getir atau apalah itu, yang membuat siklus itu kian tak terasa dan penuh berwarna.
Masa lalu, saat ini dan masa depan, manusia mana yang mampu mengatur lajur siklus dalam hidupnya? Ya! Anggap saja saat ini aku tengah berperan menjadi Sepatu. Selama perjalanan, begitu banyak yang ku injak.
Saat aku menginjak lumpur, aku tahu itu benar-benar telah membuat wujudku begitu buruk, kotor, dan tentu saja tak sedap dipandang, dan kau tahu apa yang dilakukan tangan itu? Ia membersihkanku, mengelap-ngelap lumpur yang begitu lekat. Terus berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku. 
Saat aku menginjak rerumputan hijau, aku sungguh merasa senang, harum dan begitu menyejukkan berlama-lama diatasnya, aku merasakan bahwa pemilik kaki yang tengah ku bungkus juga merasakan hal yang sama, ia membuatku terus naik-turun tanpa henti, dan sungguh, rerumputan indah itu tak membuatku kotor. Terus berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku.
Aku mengerti satu hal bahwa, apapun yang ku pijak adalah bagian dari siklus, memang menjengkelkan ketika aku harus kotor dengan lumpur yang melekat, namun yang ku yakini bahwa pemilik kaki yang kubungkus inipun tak suka dengan lupur itu, buktinya ia membersihkanku, meski tak membuatku cantik seperti semula. Terus berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku. Hingga akhirnya aku menginjak rerumputan, berlama-lama dengannya, aku mengerti! Pemilik kaki ini tak ingin aku menyentuh lumpur lagi!, meski terkadang aku harus bersentuhan dengan panasnya aspal, gersangnya tanah, Ia tak membuatku bersentuhan dengan lumpur lagi!.
Ini siklus! Siklus pembelajaran! Yah! Aku yakin itu!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar