Ketika
malam mulai menyapa, langit biru berteman awan putih berubah layaknya asap yang
keluar dari cerobong, terlihat begitu gelap meski aku tahu, langit malam tak
pernah sendiri, selalu berteman gemintang dan rembulan cantik, seperti ketika
pagi menyapa, langit menunjukkan dirinya yang lain. Akupun tahu kalau
perguliran antara siang dan malam sejatinya adalah siklus, siklus yang
masing-masing memiliki agenda, sibuk.
Atau
seperti setiap helai daun yang jatuh dari dahan yang menopangnya, menyatu
dengan tanah dan dahan memiliki dedaunan yang baru, terus begitu, yang ku tahu
itupun sebuah siklus yang harus dijalani sebuah pohon, dan yang ku yakini bahwa
daun tak pernah membenci dahan.
Hidup
adalah siklus, siklus yang menyuguhkan manis, pahit, getir atau apalah itu,
yang membuat siklus itu kian tak terasa dan penuh berwarna.
Masa
lalu, saat ini dan masa depan, manusia mana yang mampu mengatur lajur siklus
dalam hidupnya? Ya! Anggap saja saat ini aku tengah berperan menjadi Sepatu.
Selama perjalanan, begitu banyak yang ku injak.
Saat
aku menginjak lumpur, aku tahu itu benar-benar telah membuat wujudku begitu
buruk, kotor, dan tentu saja tak sedap dipandang, dan kau tahu apa yang
dilakukan tangan itu? Ia membersihkanku, mengelap-ngelap lumpur yang begitu
lekat. Terus berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah
aku.
Saat
aku menginjak rerumputan hijau, aku sungguh merasa senang, harum dan begitu
menyejukkan berlama-lama diatasnya, aku merasakan bahwa pemilik kaki yang
tengah ku bungkus juga merasakan hal yang sama, ia membuatku terus naik-turun
tanpa henti, dan sungguh, rerumputan indah itu tak membuatku kotor. Terus
berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku.
Aku
mengerti satu hal bahwa, apapun yang ku pijak adalah bagian dari siklus, memang
menjengkelkan ketika aku harus kotor dengan lumpur yang melekat, namun yang ku
yakini bahwa pemilik kaki yang kubungkus inipun tak suka dengan lupur itu,
buktinya ia membersihkanku, meski tak membuatku cantik seperti semula. Terus
berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku. Hingga
akhirnya aku menginjak rerumputan, berlama-lama dengannya, aku mengerti!
Pemilik kaki ini tak ingin aku menyentuh lumpur lagi!, meski terkadang aku
harus bersentuhan dengan panasnya aspal, gersangnya tanah, Ia tak membuatku
bersentuhan dengan lumpur lagi!.
Ini
siklus! Siklus pembelajaran! Yah! Aku yakin itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar