Matamu yang menceritakan padaku
Tentang mimpi-mimpi yang dikutuk menjadi batu
Dan darah-darah yang membeku
Matamu juga yang mencerikatakan padaku
Tentang bom-bom yang jatuh ditempat
tidurmu
Dan melantakkakn seluruh anak gadismu
Lalu langit berkabut debu dan waktu adalah loncatan peluru
Maka disetiap halaan napas serta edaran darahmu adalah
Teriakan bocah: yang memunguti potongan kakinya sendiri
Tangis ribuan ibu dibawah puing-puing beton pinggir jalan itu
Di negeri ini kami tau apa yang berharga
Pada tiap jengkal tanahmu
Maka putih hujan dan merah darah kami bergejolak
serupa gelombang yang memberat menit demi menit
dan ketika malam datang kami kirimkan peluru-peluru
kami yang tak terlihat, supaya mereka tahu
bahwa kisah yang sedang mereka tulis
telah kami jadikan laknat sebelum akhirnya
tumbuh pada setiap puisi
-Lian Kagura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar