Rabu, 19 November 2014

Narasi Tepi Gaza~



Matamu yang menceritakan padaku
Tentang mimpi-mimpi yang dikutuk menjadi batu
Dan darah-darah yang membeku

Matamu juga yang mencerikatakan padaku
Tentang bom-bom yang jatuh ditempat  tidurmu
Dan melantakkakn seluruh anak gadismu

Lalu langit berkabut debu dan waktu adalah loncatan peluru

Maka disetiap halaan napas serta edaran darahmu adalah
Teriakan bocah: yang memunguti potongan kakinya sendiri
Tangis ribuan ibu dibawah puing-puing beton pinggir jalan itu

Di negeri ini kami tau apa yang berharga
Pada tiap jengkal tanahmu

Maka putih hujan dan merah darah kami bergejolak
serupa gelombang yang memberat menit demi menit
dan ketika malam datang kami kirimkan peluru-peluru
kami yang tak terlihat, supaya mereka tahu

bahwa kisah yang sedang mereka tulis
telah kami jadikan laknat sebelum akhirnya
tumbuh pada setiap puisi
-Lian Kagura

Jumat, 14 November 2014

sepatu (siklus)



Ketika malam mulai menyapa, langit biru berteman awan putih berubah layaknya asap yang keluar dari cerobong, terlihat begitu gelap meski aku tahu, langit malam tak pernah sendiri, selalu berteman gemintang dan rembulan cantik, seperti ketika pagi menyapa, langit menunjukkan dirinya yang lain. Akupun tahu kalau perguliran antara siang dan malam sejatinya adalah siklus, siklus yang masing-masing memiliki agenda, sibuk.
Atau seperti setiap helai daun yang jatuh dari dahan yang menopangnya, menyatu dengan tanah dan dahan memiliki dedaunan yang baru, terus begitu, yang ku tahu itupun sebuah siklus yang harus dijalani sebuah pohon, dan yang ku yakini bahwa daun tak pernah membenci dahan.
Hidup adalah siklus, siklus yang menyuguhkan manis, pahit, getir atau apalah itu, yang membuat siklus itu kian tak terasa dan penuh berwarna.
Masa lalu, saat ini dan masa depan, manusia mana yang mampu mengatur lajur siklus dalam hidupnya? Ya! Anggap saja saat ini aku tengah berperan menjadi Sepatu. Selama perjalanan, begitu banyak yang ku injak.
Saat aku menginjak lumpur, aku tahu itu benar-benar telah membuat wujudku begitu buruk, kotor, dan tentu saja tak sedap dipandang, dan kau tahu apa yang dilakukan tangan itu? Ia membersihkanku, mengelap-ngelap lumpur yang begitu lekat. Terus berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku. 
Saat aku menginjak rerumputan hijau, aku sungguh merasa senang, harum dan begitu menyejukkan berlama-lama diatasnya, aku merasakan bahwa pemilik kaki yang tengah ku bungkus juga merasakan hal yang sama, ia membuatku terus naik-turun tanpa henti, dan sungguh, rerumputan indah itu tak membuatku kotor. Terus berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku.
Aku mengerti satu hal bahwa, apapun yang ku pijak adalah bagian dari siklus, memang menjengkelkan ketika aku harus kotor dengan lumpur yang melekat, namun yang ku yakini bahwa pemilik kaki yang kubungkus inipun tak suka dengan lupur itu, buktinya ia membersihkanku, meski tak membuatku cantik seperti semula. Terus berjalan, terus menapak, dan terus menyisakan jejak, itulah aku. Hingga akhirnya aku menginjak rerumputan, berlama-lama dengannya, aku mengerti! Pemilik kaki ini tak ingin aku menyentuh lumpur lagi!, meski terkadang aku harus bersentuhan dengan panasnya aspal, gersangnya tanah, Ia tak membuatku bersentuhan dengan lumpur lagi!.
Ini siklus! Siklus pembelajaran! Yah! Aku yakin itu!


if u say u must to act!



“wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Itu sangat dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamukerjakan”As-Saff 61:2-3.
Ayatyang cukup ‘menghennyakkan’, kata-kata yang membuatkubepikirtentangtindakandanperkataankusendiri. Apakahkeduanyasudahsalingmendukung? Apakahkeduanyakonsisten? Atau, apakahperkataankukadangbertentangandengantindakanku? Apakahakumelaksanakanapa yang kukatakan? Atauapakahakumengatakanhal yang satulalumelakukan yang lain?.Kata “sangatdibenci”, iniberartibahwajikaseorangmengatakansesuatutetapimengerjakan yang lain yang bertentangandenganperkataannya, diaakanmasukkedalamkategori orang-orang yang paling dibencidisisi Allah.
Sesakrasanya… ituperingatan yang sangatkeras, bukan? Astaghfirullah,..semoga Allah melindungikitasemuadaridarikebencian-Nya (aamiin).. SebuahhadislagidariNabi Muhammad SAW berbunyi:
DiriwayatkanbahwaNabi Muhammad SAW bersabda, “seseorangakandiadilipadaharikiamat, dandiaakandilemparkedalamapinerakasehinggaisiperutnyaterburaidandiaakanberputar-putarsebagaikeledaimengitarikilangan. Penghuninerakaakanmengerumuninyadanberkata, “WahaiFulan! Ada apadenganmu? Bukankahkaubiasamenyuruh kami berbuatkebaikan?” Diaakanberkata, “Akubiasamenyuruh kalian berbuatkebaikantetapiakusendiritidakmelakukannya; danakubiasamelarang kalian berbuatkemungkarantetapiakusendirimelanggarnya”’ Al-Bukharidan Muslim
Astaghfirullah, beratnyahukuman yang digambarkandalamhadisdiatassudahcukupuntukmenunjukkan Betapa beratdosanyamengatakanhal-hal yang kitasendiritidaklaksanakan.
Menjadiberpikiruntukmengatakansesuatu yang akusendiritakmelakukannya. Jadi, apakahlebihbaiktidakmengatakanapa-apasamasekali? Denganbegituakuterselamatkandarimengatakanhal-hal yang tidakakulakukan, bukan?.Lalubagaimandenganhadis yang teramatseringkudengarini;
“Barangsiapadiantara kalian, melihatsuatukemungkaran, hendaklahiamembetulkandengantangannya; jikadiatidakpunyacukupkekuatan, hendaklahdiamembetulkandenganlidahnya; danjikadiatidakmampujuga, hendaklah (menentangkemungkaranitu) denganhatinya, danitulahselemah—lemahnyaiman”
“Bilainginmemperbaiki orang lain, fokuslahuntukmemperbaikidiri 3M; Mulaidaridiri, Mulaidarihal yang kecil, danMulaisaatini”

“ jikadipikir-pikirlagi, iya, sangatbenar. Bagaimanamungkin orang lain akanmelakukanapa yang kaujikakausendiritakmelakukannya? Bukankah
         

Selasa, 11 November 2014

Menulis, mengukir dan rasakan!.





Sekarang ia berjumlah 5 buah, tercatat semenjak kelas 6 SD yang kalau diusiakam itu kisaran 12 tahun hingga hari ini, hari ini? Aku terlihat sedikit “beralih”, iya agar Blog yang sudah ku buat ini tak “melumut”, kan kasihan..
***
Membaca kembali, kembali membaca, selalu saja mampu membuatku menyeringai, menangis, tersenyum bahkan tersipu malu, iya iya.. aku juga pernah alay, hehe.. jadi teringat kata Raditya Dika kalau alay adalah sebuah proses pendewasaan. Oke lepaskan alay dan segala curhatku itu, sekarang apa? Mmmm…
Kau pernah mendengar kisah-kisah orang besar? Atau lebih tepatnya orang-orang yang dibesarkan oleh sebuah tulisan? Ah! Aku suka bagian ini, ketika mereka yang “kecil” dan selalu direndahkan kemudian melesat seperti rudal ke angkasa menembus lapisan-lapisan langit karena tulisan mimpi-mimpi yang akhirnya menjadi nyata, siapa sangka bukan?! Benar, tuliskan saja, tulis… tulis… dan tulis dengan menyebut nama Tuhanmu, siapa tahu malaikat berbaik hati meng-aamiiin-kan saat kau menulisknanya!

***
“jadilah seperti awan; pemenuhannya adalah hujan” pribahasa arab yang begitu cantik bukan? (cantik, bukan karena aku menyukai hujan, -_-“), benar! Kau tak akan pernah tahu jika air di awan itu telah penuh sampai air hujan itu benar-benar menyentuh bumi. Kau harus melakukannya! Bukan hanya duduk berteman pena dan kertas sepanjang tisu toilet dan menuliskan semua mimpi-mimpimu sambil membaca mantra “abra-kadabra!!!” sepanjang hari, dan berharap “CAAAAZAAA!, mimpiku terwujud!!!”, itu konyol!.
Yah! Kau harus berusaha! Berusaha agar list-list itu tercapai dan tak hanya menjadi sederet tulisan-tullisan hiasan kertas, hmmmm,, menjadi teringat kutipan dari Dr. Martin di salah satu buku yang sempat ku baca,.
Jika kau tak bisa terbang, berlarilah.
Jika kau tidak bisa berlari, berjalanlah.
Jika kau tidak bisa berjalan, merangkaklah, tetapi,
Bagaimanapun juga tetaplah bergerak.
Quote yang selalu membuatku terhenyak, selelah apapun itu setidaknya harus ada step up yang kulakukan walaupun kecil, “yang penting tidak diam disini”. Maka rasakanlah ketika mimpi-mimpi yang tertulis itu menjadi nyata..

 “bersemangatlah pada apa saja yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah pada Allah dan janganlah merasa tidak mampu” (HR. Muslim)

Sejatinya tulisan itu seperti “alarm” yang akan mengingatkan ketika lelah atau bahkan lupa, dan membuat kita bersegera, bersegera untuk menjemput tujuan…

7 Wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam


Segala puji hanya milik Allah Swt. yang telah mengirimkan utusan-Nya bernama Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai suri teladan untuk seluruh umat manusia. Seorang insan yang telah memberikan contoh berperikehidupan mulia bagi seluruh alam.

Saudaraku, melalui ribuan haditsnya, Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengabadikan wasiat tentang nilai-nilai kebajikan sebagai pedoman hidup bagi umatnya dan juga bagi seluruh manusia. Salah satunya adalah wasiat yang beliau sampaikan kepada salah seorang sahabatnya yaitu Abu Dzar Al Ghifari RA..

Dari Abu Dzar RA., ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal:
(1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka,
(2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku,
(3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahimku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku,
(4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah),
(5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit,
(6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan
(7) beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.
Hadits ini diriwayatkan oleh imam-imam ahli hadits, diantaranya adalah Imam Ahmad, Imam Ath Thabrani, Imam Ibnu Hibban, Imam Abu Nu’aim, dan Imam Al Baihaqi.

InsyaAllah pembahasan satu-persatu 7 wasiat  Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan dilanjutkan pada posting berikutnya.
Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )

~kau harus mendayung perahumu sendiri~





Menemukan sebuah bacaan yang cukup menelisikku, dengan judul “bijaklah memilih jalan Hidup”, bukan pada judulnya yang membuatku tertarik, tapi sebuah pernyataan “bersediakah kau menikahimu?” pertanyaan yang begitu menarik, sempat tersenyum membacanya, kata-kata itu memang seperti magnet dan jujur, pernyataan itu sangat membuatku penasaran.
Mmm.. beberapa menit setelah membacanya, aku termenung. Bacaan itu benar-benar membuatku memikirkan semua tingkah laku dan kebiasaanku sendiri dan mengajukan sebuah pertanyaan penting pada diriku sendiri:
“jika aku berkenalan dengan seseorang (yaitu diriku sendiri) yang memiliki karakteristik, tingkah laku, dan sikap seperti ini, bersediakah aku menikahinya??
            Aku diharapkan bercermin pada tingkah lakuku sekarang ini, dan itulah kuncinya: bukan tingkahlaku atau karakter yang inginku miliki dimasa depan. Periode eveluasinya adalah sekarang, yang sedang berlangsung, kini dan saat ini.
            Aku mulai berpikir. Metode ini bagus sekali. Hmmmmm.. bersediakah aku menikah denganku? Yang mengejutkan, aku sadar bahwa pikiran jujurku menjawab, “mungkin” dan bukan “sudah pasti” atau “tentu saja!”  karena itu, aku lalu bertanya kepada diriku sendiri hal-hal apa yang mestinya kulakukan untuk membantuku mengubah jawaban dari mungkin menjadi ya yang mantap? Dan, begitulah, aku mulai menyusun satu daftar lagi.
            Metode ini begitu ampuhnya hingga aku memutuskan untuk menggunakan alur pertanyaan yang sama untuk menanyakan kepada diriku sendiri hal-hal lain juga, seperti: bersediakah aku berteman denganku? Bersediakah aku mempercayaiku? Maukah aku mencintaiku? Maukah aku menjadi atasanku? Bersediakah aku menjadi muridku? Atau bahkah: bersediakah aku mempunyai putri sepertiku? Oke, aku tahu tiga yang terakhir itu kedengarannya aneh, tapi kurasa kalian tahu maksudku, bukan?
            Aku geli melihat jawaban-jawaban yang keberikan untuk setiap pertanyaanku itu. Hasilnya menegaskan bahwa aku ini manusia biasa (basi!), yang banyak kekurangan (dobel basi!) dan  sudah pasti perubahan perilaku akan mendatangkan manfaat bagiku. Tentu saja aku tersenyum sewaktu menatap daftar yang gamblang mengenai diriku ini, dan aku sadar bahwa bacaan itu sebenarnya tentang perubahan. Memperbaiki diri. Berusaha. Transformasi. Bacaan itu menyajikan cara yang sangat bagus untuk menilai perilakuku sehari-hari saat ini. Tidak ada pertanyaan pilihan ganda dan mencocokkan yang memberitahukan siapa kita. Hanya satu pertanyaan dan kita harus memikirkan sendiri jawabannya.

            Allah, Sang Khalik, sudah mengajari kita pentingnya bertanggung jawab atas tindankan-tindakan kita sendiri :
            Bagi siapa di antara kamu yang hendak mendahului, atau tinggal dibelakang saja. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Al-muddatstsir 74: 37-38
            Subhanallah..kita semua akan diminta oleh Allah untuk menjelaskan tindakan kita masing-masing, dan yang terpenting adalah bahwa kita harus bertanggung jawab atas tindakan-tindakan itu. Bertanggung jawab!
Menjadi teringat dengan sebuah hadis:
             Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, “masing-masing dari kamu adalah pelindung dan bertanggung jawab atas tanggungannya. Pemimpin yang berkuasa atas rakyatnya adalah pelindung dan bertanggung jawab atas mereka; seorang pria adalah pelindung keluarganya dan bertanggung jawab atas mereka; seorang wanita adalah pelindung rumah dan anak-anaknya suaminya dan bertanggung jawab atas mereka; seorang pelayan adalah pelindung harta benda tuannya dan bertanggung jawab atas barang-barang itu, maka kalian semua adalah pelindung dan bertanggung jawab atas tanggungan kalian.” Al-Bukhari dan muslim
Hadist diatas, di dalam hatiku, aku tahu bahwa aku harus berubah dan mengubah apapun didalam diriku yang tidak konsisten dengan agamaku karena, suatu hari kelak, aku akan ditanya oleh Tuhanku. Hal ini membuatku sadar akan sesuatu yang sangat berat. Bayangkan saja, namaku akan dipanggil didepan seluruh umat manusia, semuanya, mulai dari Adam sampai manusia yang terakhir dilahirkan. Semua mata akan tertuju padaku… lalu, seluruh kesalahanku akan dibeberkan dan ditujukan kepada semua orang. Betapa kikuknya, Betapa memalukannya, Betapa terhina rasanya. Rasanya aku tak sanggup menghadapi peristiwa itu. Benar-benar tak sanggup. Memikirkan saja sudah membuat lututku gemetar. Astaghfirullah… ampuni aku, Tuhan-ku..
            Aku tahu aku harus mengubah semua yang tidak baik di dalam diriku, sedikit demi sedikit. Memang perlu waktu, tetapi harus kulakukan.
            Aku kembali teringat dengan nasihat Nabi Muhammad SAW tercinta:
            Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa diantarakalian, melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia membetulkan dengan tangannya; dan jika ia tak punya cukup kekuatan, hendaklah ia membetulkan dengan lidahnya ; dan apabila ia tak mampu juga, hendaklah (menentang kemungkaran itu) dengan hatinya, dan itulah semalemah-lemahnya Iman” Muslim
            Selama ini aku mendengar hadis ini selalu digunakan oleh orang-orang Muslim sewaktu menganalisis perilaku orang lain. Namun, aku merasa nasihat dari Nabiku ini paling tepat bila diterapkan pada perilaku diri sendiri.
            Beliau berkata bahwa, jika kita melihat suatu kemungkaran, aku harus membetulkan dengan tangan kita. Tangan, menurut para pemikir, mengacu pada tindakan. Jadi, jika aku sadar bahwa ada hal-hal yangtidak baik didalam diriku, bukankah aku juga sebaiknya menerapkan juga hadis ini pada diriku sendiri?
            Aku tahu itu harus kulakukan sendiri karena Allah sudah berfirman dalam Qur’an yang mulia, yang bila diterjemahkan berbunyi:
            Yang demikian itu keran sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nilkmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada suatu kaum hingga kaum itu mengubah keadaannya sendiri. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui (Al-Anfa)
            Jika aku tidak mengubah perilakuku sendiri dengan tindakanku, perilakuku ittu akan tetap sama. Allah tidak akan mengubahkan untukku jika aku sendiri mengubah menolak perbuatanku, atau sifatku, sekarang juga. Semuanya terserah padaku. Ini jelas sekali. Ubah diriku sendiri, atau kalau tidak, aku tidak pernah perubah. Allah berfirman Dia akan mengubah siapa pun sampai mereka mengubah diri mereka sendiri. T-I-N-D-A-K-A-N!
            Aku ingin berbagi mengenai sebuah buku “mikro” yang pernah kubaca, sebuah cerita superpendek yang memuat lima adegan dengan analogi yang luar biasa….
            Adegn 1:
            Aku menyusuri sebuah jalan, danada lubang yang dalam di trotoar. Aku terperosok. Lama sekali akkku baru bisa keluar. Kejadian itu bukan salahku.
            Adegan 2:
            Aku menyusuri jalan yang sama. Aku terperosok lagi kedalam lubang. Aku tetap perlu waktu lam untuk keluar. Itu salahku.
            Adegan 3:
            Aku menyusuri jalan yang sama. Aku terperosok lagi ke dalam lubang. Rupanya sudah jadi kebiasaan. Itu sudahjelas salahku. Aku cepat-cepat keluar dari lubang.
            Adegan 4:
            Aku menyusuri jalan yang sama dan melihat lubang yang dalam di trotoar. Aku berjalan mengitari lubang.
            Adegan 5:
            Aku mengambil jalan yang lain.

            Bagus, bukan? Akhiirnya sang penullis menyusuri jalan lain. Cerita itu ditulis dengan sangat indah karena sangat sederhana dan tidak berbelit-belit, dan aku suka sekali kesederhanaan itu. Dibalik semua itu, cerita itu mengandung tuntunan mendasar untuk melakukan perubahan….
            Cerita itu membuatku memikirkan beberapa kejadian yang pernah kualami. Beberapa kali aku harus terjatuh kedalam lubang yang sama? Dua kali? Tiga kali? Coba banyangkan. Bukankah aku akan dianggap orang yang tidak belajar-belajar juga, orang yang bodoh atau konyol, jika aku tetap saja jatuh kedalam lubang yang sama, berulang kali?
            Bagaimana dengan kalian? Coba pikirkan sesuatu yang selama ini ingin kalian ubah, dan Tanya diri kalian, sejujur-jujurnya; dalam adegan mana kalian sekarang dan apa yang mesti kalian lakukan untuk memastikan bahwa kalian tiba di adegan terakhir? Renugkanlah jalan yang sekarang kalian susuri. Apakah ada lubang dan kalian terus-menerus terperosok sampai akhirnya menyakiti diri kalian sendiri/ mengapa kalian masih juga terperosok, padahal tahu lubang itu ada? Mengapa sukar sekali bagi kalian untuk berjalan mengitari lubang itu, atau mumgkin mengambil jalan lain?
            Bagaimanapun juga, kalian harus memutuskan dan mewujudkan perubahan itu. Kalian harus berani. Harus tegar. Wujudkan perubahan yang akan membuat kalian Berjaya. Wujudkan perubahan yang diperlukan itu demi Allah. Ambillah jalan lain.
            Allah-lah yang berjanji, bukan aku, bukan orang tua kita, bukan teman-teman kita. Itu adalah janji pencipta kita, Tuhan kita, Yang Mahakuasa.
            “Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu Berjaya” An-nur 24:31