Menemukan sebuah bacaan yang
cukup menelisikku, dengan judul “bijaklah memilih jalan Hidup”, bukan pada
judulnya yang membuatku tertarik, tapi sebuah pernyataan “bersediakah kau menikahimu?” pertanyaan yang begitu menarik, sempat
tersenyum membacanya, kata-kata itu memang seperti magnet dan jujur, pernyataan
itu sangat membuatku penasaran.
Mmm.. beberapa menit setelah
membacanya, aku termenung. Bacaan itu benar-benar membuatku memikirkan semua tingkah
laku dan kebiasaanku sendiri dan mengajukan sebuah pertanyaan penting pada
diriku sendiri:
“jika aku berkenalan dengan seseorang (yaitu diriku sendiri)
yang memiliki karakteristik, tingkah laku, dan sikap seperti ini, bersediakah
aku menikahinya??
Aku
diharapkan bercermin pada tingkah lakuku sekarang ini, dan itulah kuncinya:
bukan tingkahlaku atau karakter yang inginku miliki dimasa depan. Periode
eveluasinya adalah sekarang, yang sedang berlangsung, kini dan saat ini.
Aku mulai
berpikir. Metode ini bagus sekali. Hmmmmm.. bersediakah
aku menikah denganku? Yang mengejutkan, aku sadar bahwa pikiran jujurku
menjawab, “mungkin” dan bukan “sudah pasti” atau “tentu saja!” karena itu, aku lalu bertanya kepada diriku
sendiri hal-hal apa yang mestinya kulakukan untuk membantuku mengubah jawaban
dari mungkin
menjadi ya yang mantap? Dan, begitulah, aku mulai menyusun satu daftar
lagi.
Metode ini
begitu ampuhnya hingga aku memutuskan untuk menggunakan alur pertanyaan yang
sama untuk menanyakan kepada diriku sendiri hal-hal lain juga, seperti:
bersediakah aku berteman denganku? Bersediakah aku mempercayaiku? Maukah aku
mencintaiku? Maukah aku menjadi atasanku? Bersediakah aku menjadi muridku? Atau
bahkah: bersediakah aku mempunyai putri sepertiku? Oke, aku tahu tiga yang
terakhir itu kedengarannya aneh, tapi kurasa kalian tahu maksudku, bukan?
Aku
geli melihat jawaban-jawaban yang keberikan untuk setiap pertanyaanku itu.
Hasilnya menegaskan bahwa aku ini manusia biasa (basi!), yang banyak kekurangan (dobel
basi!) dan sudah pasti perubahan
perilaku akan mendatangkan manfaat bagiku. Tentu saja aku tersenyum sewaktu
menatap daftar yang gamblang mengenai diriku ini, dan aku sadar bahwa bacaan
itu sebenarnya tentang perubahan. Memperbaiki diri. Berusaha. Transformasi.
Bacaan itu menyajikan cara yang sangat bagus untuk menilai perilakuku
sehari-hari saat ini. Tidak ada pertanyaan pilihan ganda dan mencocokkan yang
memberitahukan siapa kita. Hanya satu pertanyaan dan kita harus memikirkan
sendiri jawabannya.
Allah,
Sang Khalik, sudah mengajari kita pentingnya bertanggung jawab atas
tindankan-tindakan kita sendiri :
Bagi siapa di antara kamu yang hendak
mendahului, atau tinggal dibelakang saja. Setiap orang bertanggung jawab atas
perbuatannya. Al-muddatstsir 74:
37-38
Subhanallah..kita semua akan diminta
oleh Allah untuk menjelaskan tindakan kita masing-masing, dan yang terpenting
adalah bahwa kita harus bertanggung jawab atas tindakan-tindakan itu. Bertanggung jawab!
Menjadi
teringat dengan sebuah hadis:
Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa
Rasulullah berkata, “masing-masing dari kamu adalah pelindung dan bertanggung
jawab atas tanggungannya. Pemimpin yang berkuasa atas rakyatnya adalah
pelindung dan bertanggung jawab atas mereka; seorang pria adalah pelindung keluarganya
dan bertanggung jawab atas mereka; seorang wanita adalah pelindung rumah dan
anak-anaknya suaminya dan bertanggung jawab atas mereka; seorang pelayan adalah
pelindung harta benda tuannya dan bertanggung jawab atas barang-barang itu,
maka kalian semua adalah pelindung dan bertanggung jawab atas tanggungan
kalian.” Al-Bukhari dan muslim
Hadist diatas,
di dalam hatiku, aku tahu bahwa aku harus berubah dan mengubah apapun didalam
diriku yang tidak konsisten dengan agamaku karena, suatu hari kelak, aku akan
ditanya oleh Tuhanku. Hal ini membuatku sadar akan sesuatu yang sangat berat.
Bayangkan saja, namaku akan dipanggil didepan seluruh umat manusia, semuanya,
mulai dari Adam sampai manusia yang terakhir dilahirkan. Semua mata akan
tertuju padaku… lalu, seluruh kesalahanku akan dibeberkan dan ditujukan kepada
semua orang. Betapa kikuknya, Betapa memalukannya, Betapa terhina rasanya.
Rasanya aku tak sanggup menghadapi peristiwa itu. Benar-benar tak sanggup.
Memikirkan saja sudah membuat lututku gemetar. Astaghfirullah… ampuni aku, Tuhan-ku..
Aku
tahu aku harus mengubah semua yang tidak baik di dalam diriku, sedikit demi
sedikit. Memang perlu waktu, tetapi harus kulakukan.
Aku
kembali teringat dengan nasihat Nabi Muhammad SAW tercinta:
Nabi
Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa diantarakalian, melihat suatu kemungkaran,
hendaklah ia membetulkan dengan tangannya; dan jika ia tak punya cukup
kekuatan, hendaklah ia membetulkan dengan lidahnya ; dan apabila ia tak mampu
juga, hendaklah (menentang kemungkaran itu) dengan hatinya, dan itulah
semalemah-lemahnya Iman” Muslim
Selama
ini aku mendengar hadis ini selalu digunakan oleh orang-orang Muslim sewaktu
menganalisis perilaku orang lain. Namun, aku merasa nasihat dari Nabiku ini
paling tepat bila diterapkan pada perilaku diri sendiri.
Beliau
berkata bahwa, jika kita melihat suatu kemungkaran, aku harus membetulkan
dengan tangan kita. Tangan, menurut para pemikir, mengacu pada tindakan. Jadi,
jika aku sadar bahwa ada hal-hal yangtidak baik didalam diriku, bukankah aku
juga sebaiknya menerapkan juga hadis ini pada diriku sendiri?
Aku
tahu itu harus kulakukan sendiri karena Allah sudah berfirman dalam Qur’an yang
mulia, yang bila diterjemahkan berbunyi:
Yang
demikian itu keran sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nilkmat yang telah
dilimpahkan-Nya kepada suatu kaum hingga kaum itu mengubah keadaannya sendiri.
Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui (Al-Anfa)
Jika
aku tidak mengubah perilakuku sendiri dengan tindakanku, perilakuku ittu akan
tetap sama. Allah tidak akan mengubahkan untukku jika aku sendiri mengubah
menolak perbuatanku, atau sifatku, sekarang juga. Semuanya terserah padaku. Ini
jelas sekali. Ubah diriku sendiri, atau kalau tidak, aku tidak pernah perubah.
Allah berfirman Dia akan mengubah siapa pun sampai mereka mengubah diri mereka
sendiri. T-I-N-D-A-K-A-N!
Aku
ingin berbagi mengenai sebuah buku “mikro” yang pernah kubaca, sebuah cerita
superpendek yang memuat lima adegan dengan analogi yang luar biasa….
Adegn
1:
Aku
menyusuri sebuah jalan, danada lubang yang dalam di trotoar. Aku terperosok.
Lama sekali akkku baru bisa keluar. Kejadian itu bukan salahku.
Adegan
2:
Aku
menyusuri jalan yang sama. Aku terperosok lagi kedalam lubang. Aku tetap perlu
waktu lam untuk keluar. Itu salahku.
Adegan
3:
Aku menyusuri
jalan yang sama. Aku terperosok lagi ke dalam lubang. Rupanya sudah jadi
kebiasaan. Itu sudahjelas salahku. Aku cepat-cepat keluar dari lubang.
Adegan
4:
Aku
menyusuri jalan yang sama dan melihat lubang yang dalam di trotoar. Aku
berjalan mengitari lubang.
Adegan
5:
Aku
mengambil jalan yang lain.
Bagus,
bukan? Akhiirnya sang penullis menyusuri jalan lain. Cerita itu ditulis dengan
sangat indah karena sangat sederhana dan tidak berbelit-belit, dan aku suka
sekali kesederhanaan itu. Dibalik semua itu, cerita itu mengandung tuntunan
mendasar untuk melakukan perubahan….
Cerita
itu membuatku memikirkan beberapa kejadian yang pernah kualami. Beberapa kali
aku harus terjatuh kedalam lubang yang sama? Dua kali? Tiga kali? Coba
banyangkan. Bukankah aku akan dianggap orang yang tidak belajar-belajar juga,
orang yang bodoh atau konyol, jika aku tetap saja jatuh kedalam lubang yang
sama, berulang kali?
Bagaimana
dengan kalian? Coba pikirkan sesuatu yang selama ini ingin kalian ubah, dan
Tanya diri kalian, sejujur-jujurnya; dalam adegan mana kalian sekarang dan apa
yang mesti kalian lakukan untuk memastikan bahwa kalian tiba di adegan
terakhir? Renugkanlah jalan yang sekarang kalian susuri. Apakah ada lubang dan
kalian terus-menerus terperosok sampai akhirnya menyakiti diri kalian sendiri/
mengapa kalian masih juga terperosok, padahal tahu lubang itu ada? Mengapa
sukar sekali bagi kalian untuk berjalan mengitari lubang itu, atau mumgkin
mengambil jalan lain?
Bagaimanapun
juga, kalian harus memutuskan dan mewujudkan perubahan itu. Kalian harus
berani. Harus tegar. Wujudkan perubahan yang akan membuat kalian Berjaya.
Wujudkan perubahan yang diperlukan itu demi Allah. Ambillah jalan lain.
Allah-lah
yang berjanji, bukan aku, bukan orang tua kita, bukan teman-teman kita. Itu
adalah janji pencipta kita, Tuhan kita, Yang Mahakuasa.
“Bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu
Berjaya” An-nur 24:31