Minggu, 25 Agustus 2019

Bahagia

Ada sebagian orang—yang untuk—merasa bahagia, mereka harus pergi ke luar kota. Dan sebagian yang lain, bahagia, bagi mereka, “…sederhana.”
“Bahagia itu disini,” menepuk dadanya. “Jiwa yang mengenal Allah, jiwa yang menghamba dengan sepenuhnya kepada Allah.” Barangkali, demikianlah yang akan dikatakan orang-orang yang mampu merasakan bahagia dengan sederhana. Maa syaa Allah..
Untuk bahagia, kita kira sejauh apakah kaki harus melangkah? Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala pernah berkata ketika berada di dalam penjara, “Seandainya benteng ini dipenuhi dengan emas, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatanku berada di sini.”
Jiwa-jiwa yang tetap merasa tenang, jiwa-jiwa yang tetap teguh dalam pendirian. Jiwa yang bersabar, jiwa yang ikhlas, jiwa yang jujur, jiwa yang setelah maksiatnya segera kembali dan bertaubat kepada Rabb-nya.
Merekalah, yang memiliki kebahagiaan yang sejati. Bahagia yang tidak harus dicari lagi, bahagia yang tidak akan meninggalkannya pergi. Bahagia yang tidak membutuhkan harta untuk dibeli.
Orang-orang seperti ini, dengan melihatnya saja akan menumbuhkan getaran di dalam hati. Seolah bahagianya terpancar, menular.. Maa syaa Allah, laa quwwata illa billah..
“Seandainya,..” Demikian ujar seorang salaf, “..seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar