Minggu, 02 Oktober 2016

Percaya dan Mempercayakan


Pada beberapa hari yang lalu.  Ketika aku selesai memarkirkan motorku di pelataran sebuah Toko Buku, aku menyaksikan orang-orang memberikan tas-tas mereka kepada petugas penitipan.  Aku berpikir sesuatu yang mungkin sadar atau tidak menjadi refleksi dalam hidup yang aku jalani.  Tentang satu hal yang mungkin sering luput,  yaitu tentang percaya dan mempercayakan.
Mengapa bagiku kata sifat "percaya" harus diikuti dengan kata kerja "mempercayakan"? Banyak hal dalam hidup telah mengajarkan dan menunjukkan bahwa kedua hal ini tidak seharusnya dipisahkan.  Lihatlah betapa para penitip tas itu sejak awal mempercayakan tasnya untuk dititipkan. Alhasil,  dia tidak perlu khawatir dan memikirkan bagaimana nasib tasnya di tangan orang lain itu. Ada sikap mempercayakan yang membuatnya yakin bahwa barang yang dia titipkan akan baik-baik saja.

Dalam konteks hubungan manusia dengan Allah sebagai Maha Pencipta,  hal ini menjadi renungan yang baik.  Banyak diantara kita yang masih sebatas percaya kepada Allah tapi tidak mempercayakan hidup kita kepada-nya.  Kita mempertanyakan dan mengkhawatirkan banyak hal dalam hidup yang sebenarnya--apabila kita mampu mempercayakan hidup kita kepada-Nya--kita akan baik-baik saja dan kita akan selamat.
Mengapa aku berani mengatakan bahwa banyak yang percaya kepada Allah tapi tidak berani mempercayakan?  Lihatlah betapa banyak orang sangsi tentang masa depannya.  Mengenai urusan jodoh, misalnya.  Orang baik tentu akan bertemu dengan orang baik pula.  Namun sedikit yang percaya mengenai hal itu.  Maka ramailah orang-orang tersebut bermain perasaan dengan berdekat-dekat secara intens kepada orang lain (pacaran).  Ketakutan tentang kalau tidak begitu (pacaran)  nanti tidak dapat-dapat jodoh.  Ini pikiran masyarakat umum.

Ya,  kita percaya kepada-Nya,  tetapi tidak bisa mempercayakan hidup kepada-Nya.  Pun dalam urusan lain-urusan lain dalam hidup ini, kita baru pada sebatas percaya kepada Allah. Percaya bahwa Dia ada.  Namun kita banyak mempertimbangkan ketika kita ingin mempercayakan hidup kita kepada-Nya. Banyak kekhawatiran,  banyak asumsi,  banyak spekulasi dan banyak syarat yang kita buat.
Ketika apa yang Allah berikan ternyata tidak sesuai dengan harapan atau ekspektasi kita,  maka kita mulai mundur satu langkah dari sikap mempercayakan ini,  dan berakibat pada turunnya tingkat kepercayaan kita kepada-Nya dalam hal-hal yang lain.

Mari kita sama-sama koreksi diri jika kita sudah mengakui percaya kepada Allah.  Sejauh mana kita bisa  mempercayakan hidup kita ini di tangan-Nya?  Tentang masa depan kita,  tentang jodoh kita,  tentang hal-hal yang sampai saat ini mengganggu pikiran kita dan membuat kita tidak tenang dalam menjalani hidup. 
Bisa dibanyangkan dalam cerita di atas, seandainya jika para pemilik tas sudah menitipkan barangnya dan ternyata tidak memiliki sikap mempercayakan sepenuhnya.  Bisa jadi ketika berbelanja,  dia tidak akan "khusyuk" dengan buku yang ia cari Karena terus kepikiran tasnya; apakah tidak apa-apa, apakah tidak akan dibawa orang tadi, apakah tidak rusak,  apakah isi di dalam tas akan tetap sama,  atau bagaimana bila hilang. 
Kekhawatiran kita dalam hidup mirip seperti itu.  Sudahkan kita mempercayakan hidup kita kepada Allah?  Dan sejauh mana kita sudah berikhtiar untuk hidup kita?  Allah menjamin banyak hal dalam hidup,  dan kita diminta untuk berikhtiar dengan sebaik-baiknya.
Ketika kamu percaya untuk menitipkan tasmu dan kamu memiliki sikap mempercayakan, penjaga tas akan senang dan dia hanya ingin kamu berbelanja/memilih buku dengan "khusuk" dan tenang tanpa memikirkan tentang tasmu sama sekali.  "Berbelanjalah dengan tenang, aku akan menjaga tasmu ini dengan baik serta menjaminnya.  Aku akan memberikannya jika kamu sudah selesai berbelanja" mungkin seperti itu bahasa yang dikatakan oleh penjaga tas.

Allah akan memberikan jawaban-jawaban atas sikap mempercayakan kita kepada-Nya.  Allah menyukai hamba-Nya yang berserah diri.  Berserah diri adalah bentuk kata lain dari mempercayakan hidup sepenuhnya tanpa keraguan sedikitpun pada sesuatu yang kita percayai.  Ikhtiarkan hidup kita sebaik-baiknya dan titipkan hidup kita ini kepada-Nya.

Hingga pada suatu saat kamu benar-benar bisa mengatakan "Aku telah mempercayakan hidupku kepada Allah, aku tau Dia adalah sebaik-baik penjaga dan sebaik-baiknya dalam menepati janji"





Selamat tahun baru hijriah.  Semoga ini benar-benar menjadi awal yang baik.. ❤❤









Tidak ada komentar:

Posting Komentar