Jumat, 30 Agustus 2019

Di satu pagi yang cerah, setelah mengantar Pak Suami ke sekolah.
“Kak, Adek berangkat ya?”
“Iya, hati-hati di jalan.”
“nggih.. 😁”
“Jas hujannya ada di dalam jok ya, Dek.”
“Oke!”
“Itu bensinnya tinggal sedikit, nanti beli ya.”
“Oke!”
“Ntar kalau ada apa-apa bilang.”
“syiaaaaappp"
“Sudah tahu kan jalannya? Inget-inget, ikutin jalan aja, nanti ketemu gerbang belok kanan, terus belok kiri  sampai ketemu bundaran,  Kaya yang tadi Kakak tunjukin.”
“mmm…”
“Kalau nyasar nanti langsung telpon.”
“Oke!”
“Itu helmnya sudah dikunci kan?.”
“hehehe.. Aamaan
“pamit dulu Assalamu’alaikum!”

Ternyata, I Love You banyak sinonimnya. :') 

Ya Allah, jadikanlah kami manusia yang selalu takut akan neraka-Mu. Aku takut menjadi seperti manusia kebanyakan, yang nampak tak peduli tentang jadi apa setelah mati nanti.


Hal yang paling kusukai dari berdoa adalah, doa bisa melapangkan hatiku. Terkabul atau tidak, setidaknya aku lega Allah selalu ada mendengarku :)


Membangun visi misi keluarga itu berangkat dari memilih pasangan hidup.

Libatkan Allah terus, minta Allah untuk menuntun. Bersegera, tapi jangan tergesa. Pilihlah yang memiliki nilai dan prinsip yang tak berseberangan secara fundamental denganmu, apapun itu, yang menjadi peganganmu.
Sholeh/ah itu luas. Peranan yang mau diambil untuk berusaha menjadi alim atau takwa itu banyak. Yang wajib adalah wajib. Sisanya soal pemikiran, kedewasaan, karakter, keluarga besarnya, pekerjaan, dan lain-lain takarlah di takaran yang sekiranya bisa kita tolerir. Sesuai kemampuanmu menerima.
Bertanyalah saat proses, pelajari dirinya dari caranya memerlakukan keluarganya atau anak kecil, periksa hubungannya dengan teman dekatnya. Ikhtiar ini, bisa kita optimalkan.
Ini nasihat, buat teman-teman yang sedang berproses. Selanjutnya, sejak awal hingga akhir bertawakkallah kepada Allah..
Ingat, jangan dicari kesempurnaan itu. Tak bakal kamu temukan pun sampai habis daya kamu mencarinya.
Ingat-ingatlah, menikah ini ajang beribadah. Kalaupun kamu punya sedikit petunjuk tentang dia dari usahamu mencari, mengorek, sedang sudah istikharah, direstui, dan memiliki kemantapan hati, maka…selama kamu libatkan Allah dan restu kedua orangtuamu, Allah nanti yang akan menuntunmu dengan caraNya.
Berumahtangga itu tak mudah, tapi dengan kuasaNya, pasti kita sanggup melaluinya.

Minggu, 25 Agustus 2019

Bahagia

Ada sebagian orang—yang untuk—merasa bahagia, mereka harus pergi ke luar kota. Dan sebagian yang lain, bahagia, bagi mereka, “…sederhana.”
“Bahagia itu disini,” menepuk dadanya. “Jiwa yang mengenal Allah, jiwa yang menghamba dengan sepenuhnya kepada Allah.” Barangkali, demikianlah yang akan dikatakan orang-orang yang mampu merasakan bahagia dengan sederhana. Maa syaa Allah..
Untuk bahagia, kita kira sejauh apakah kaki harus melangkah? Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala pernah berkata ketika berada di dalam penjara, “Seandainya benteng ini dipenuhi dengan emas, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatanku berada di sini.”
Jiwa-jiwa yang tetap merasa tenang, jiwa-jiwa yang tetap teguh dalam pendirian. Jiwa yang bersabar, jiwa yang ikhlas, jiwa yang jujur, jiwa yang setelah maksiatnya segera kembali dan bertaubat kepada Rabb-nya.
Merekalah, yang memiliki kebahagiaan yang sejati. Bahagia yang tidak harus dicari lagi, bahagia yang tidak akan meninggalkannya pergi. Bahagia yang tidak membutuhkan harta untuk dibeli.
Orang-orang seperti ini, dengan melihatnya saja akan menumbuhkan getaran di dalam hati. Seolah bahagianya terpancar, menular.. Maa syaa Allah, laa quwwata illa billah..
“Seandainya,..” Demikian ujar seorang salaf, “..seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”